77. Pertemuan di Griyo Tawang.

Banyak mobil yang diparkir di Griyo Tawang. Mobil Rahma dan Grace baru saja sampai. Beni dan Joy sudah berada di pendopo. Sementara Gino sudah menyediakan minuman buat mereka yang diletakkan pada meja. Ada kopi, teh maupun minuman jahe. Juga makanan pisang dan ubi goreng. Gino memberitahukan pada Beni kalau makanan sudah disiapkan.
"Makanan apa, Lik Gino?"
"Makan malam nanti. Mas Dewa yang menyuruh untuk menyediakan makan malam buat teman-teman disini."
Beni memandang Joy.
"Ikan bakar dan pecel lele. Nanti tolong diberitahu kalau sudah siap," kata Gino kemudian masuk ke dalam.
"Lik Gino!" panggil Beni.
"Mas Dewa kemana?"
"Mau ke Jakarta, lagi sibuk ngurusi lukisan yang mau dikirim."
Beni kembali memandang Joy. Joy mengedikkan bahu.
"Hallo, Ben!" sapa Rahma yang baru datang.
"Hallo juga Rah. Hallo Grace makasih mau datang!"
"Cuma penasaran pingin lihat-lihat disini," jawab Grace.
"Hallo teman-teman!" sapa Rahma pada semua yang hadir.
"Hallo!" balas mereka serempak.
"Mana Dewa?" tanya Grace ke Joy.
"Itu Beni juga lagi tanya ke Lik Gino."
Rupanya reuni berikut yang bakal diadakan nampaknya akan menjadi reuni akbar. Panitianya saja demikian banyak. Ada banyak seksi yang dibentuk sesuai tugas dan kepentingannya. Rahma melihat ada wajah baru yang samar-samar pernah dikenalnya. Tentu saja samar karena mereka berasal dari kelas dibawah juga kelas diatasnya. Tetap suasana nampak akrab, seakan mereka berasal dari kelas yang sama.
Untuk sesaat Rahma dan Grace belum fokus menyimak pembicaraan yang dibuka oleh Beni. Rahma dan Grace sibuk mengamati suasana dan bangunan yang ada di Griyo Tawang. Pendopo yang berukir. Seperangkat gamelan maupun alat musik. Patung dan lukisan yang bertebaran.
"Coba saja kita sorean kemari tadi, tentu ada waktu keliling-keliling," kata Rahma.
"Iya, tempatnya luas ya?" tambah Grace
"Kayaknya sih begitu!"
"Sudahlah kamu rapat dulu. Nanti waktu jeda kita lihat-lihat sebentar," Grace mendorong bahu Rahma agar kumpul ke dalam kelompok.
"Aku mau kasih tahu Lorna. Dia kan kemarin suruh aku bawa laptop. Aku sudah siapkan webcam agar dia bisa mengikuti acara ini lewat camera."
Saat kawan-kawannya sibuk membahas agenda rapat. Grace sibuk berkomunikasi dengan Lorna melalui chatting di laptop.

Lorna : Coba kameranya edarin ke sekeliling.
Grace : Kamu mau cari Dewa.
Lorna : Nggak dia pasti gak ada disitu.
Grace : Kok kamu tahu
Lorna : Tadi pagi dia sudah bilang
Grace : Kamu sudah makin mesra dengannya ya
Lorna : Karena milikku kini
Grace : Yang naksir dia banyak lho, disini ada yang hadir
Lorna : Tari dan Dini?
Grace : Bukan, coba kamu lihat baik-baik ya
Lorna : Yang mana?
Grace : Yang pakai bando kuning di kepala
Lorna : Siapa dia?
Grace : Masak lupa. Itu Saras. Kakak kelas kita
Lorna : Siapa?
Grace : Sarah. Cewek yang nguber-uber Dewa. Sudah lupakan saja dia. Kan kamu pernah dimakinya. Apa lagi yang pingin kamu lihat?
Lorna : Suasana disitu. Bagus ya? Sayangnya gelap, coba kalau siang. Eh, Grace coba sorot lagi ke Sarah.
Grace : Ha ha ha cemburu nih ceritanya
Lorna : Ah, penasaran saja.
Grace : Dia juga lagi sibuk cari info pingin ketemu Dewa. Yang datang di rapat ini rata-rata pingin ketemu Dewa. Seperti yang kamu bilang Dewa nggak bakal muncul. Kecewalah mereka.
Lorna : Dia sendiri?
Grace: Maksudmu Saras? Nggak, bersama...ah nggak tahulah namanya.
Lorna: Terus?
Grace : Nggak tahulah. Kenapa Dewa jadi daya tarik ya?
Lorna : Pusing aku.
Grace : ha ha ha ha. Kalau Dewa menghianatimu kubunuh dia.
Lorna : Iiiiih...sadis amat.
Grace : Kamu cinta banget nggak sama Dewa?
Lorna : Kok nanyak. Tahulah sendiri kamu.
Grace : Iyalah aku ngiri dengan cinta kalian. Cinta Dewa padamu gimana?
Lorna : Hei, Grace, kamu bikin hatiku terbakar.
Grace : Untuk memelihara cinta pupuknya kecemburuan
Lorna : Rumusan dari mana pula itu?
Grace : Sarah sudah lulus kedokteran.
Lorna : Terus?
Grace : Jadilah dokter dia.
Lorna : Terus?
Grace : Hei, cemburu nih.
Lorna : Grace! hatiku terbakar, tahu!
Grace : Nanti kupadamkan. Tenang saja. Kau pikir gampang dapatkan cintanya Dewa.
Lorna : Nah, begitu hatiku jadi dingin.
Grace : Kamu kan sudah pernah tidur sekamar dengannya di Bali.
Lorna : Tahu dari mana kamu?
Grace : Nah...nah...artinya kamu sudah kebobolan, kepancing nih.
Lorna : Grace! terlalu banget kamu ya! Nggak seperti itu!
Grace : Dia duda tentu pandai membobol.
Lorna : Aku masih virgin, tahu!
Grace : Sudahlah, jangan ditutupi dengan seribu alasan. Kalau iya artinya kamu nggak perlu kawatir kehilangan dia. Dia harus bertanggungjawab.
Lorna : Kenapa kamu yakin begitu.
Grace : Ya tahulah. Aku punya kesimpulan sendiri. Cuma aku curiga kenapa mereka ingin ketemu Dewa. Apa mereka ingin membuktikan ketemu Dewa sekarang tidak mudah? Nyatanya saat ni seperti itu. Mereka merasakan kenyataan untuk ketemu Dewa tidaklah mudah. Kalau rumor yang berkembang bahwa Dewa sekarang sombong, ya sulit membantahnya.
Lorna : Jangan berprasangka begitu.
Grace : Aku tak berprasangka. Aku percaya pada Dewa sebagaimana kepercayaanmu kepadanya. Cuma hanya Dewa yang bisa meredam rumor itu.

Grace terus asyik ber-chatting dengan Lorna. Dan Beni terus memimpin rapat. Tetapi ditengah acara Joy mengusulkan lebih baik mereka rehat untuk makan dulu. Pertama disamping sudah waktunya jam makan malam, kedua makanan kondisi masih panas. Maka rapat diskors untuk makan malam.
"Makan dulu!" tiba-tiba Rahma mengganggu chatting-an Grace dengan Lorna.
"Ini lagi nge-chat sama Lorna."
Rahma melihat ke laptop. Pada layar monitor terlihat wajah Lorna. Rahma melambaikan tangan kepada Lorna yang balas melambaikan tangan.
"Makan! Makan!" tiba-tiba Beni menyeruak di antara mereka dan melihat ke laptop Grace.
"Lorna? Joy! Lorna, Joy!" Beni lantas teriak memanggil Joy.
Yang lain langsung nimbrung mengerubuti laptopnya Grace. Hape Grace berdering. Dilayar nampak Lorna sedang menelponnya.
"Pada ngapain teman-teman?" tanya Lorna
"Pingin lihat kamu!"
Lorna langsung memutuskan hubungan. Monitor laptop Grace kemudian blank.
"Waduh, Lorna!" semua kecewa.
"Makan sana! Mau tahu saja urusan orang!" kata Grace.
Rahma baru tahu kalau acara makan sudah disediakan Dewa. Padahal mereka sudah menyiapkan konsumsi berupa nasi kotak cepat saji, kue serta air mineral botolan kecil.
"Jadi mubasir nih," kata Dini.
"Ah nggak. Nanti dibagi untuk dibawa pulang."
"Beni kamu ini bagaimana sih?" kata Tari pada Beni.
"Mana aku tahu kalau Dewa sudah menyediakan semua ini," kelit Beni.
"Memang kamu tak ada komunikasi dengan Dewa?" tanya Dini.
"Memang enggak! Aku sama sekali belum ketemu Dewa. Sudahlah. Yang penting nikmati saja. Kurang baik apa Dewa. Sudah menyediakan tempat, lalu memberi makan. Walau dia tak ada disini, tapi masih memberi perhatian. Bukankah itu bentuk kontribusi dia? Kita jeda dulu untuk makan, nanti kita lanjutkan lagi. Kalau mau menginap, disini ada tempatnya."
"Baik sekali Dewa," kata Rahma pada Grace.
Rahma dan Grace makan berdua dengan mengambil tempat duduk yang ada di taman disamping pendopo. Grace sambil menelpon Lorna.
"Sori, keasyikan sampai nggak tahu mereka sudah istirahat makan malam. Tadi keburu mereka ngerubuti laptopku."
"Ah, nggak apa. Kamu lagi makan?"
"Ya! Eh, Na. Doi mu nggak cuma hebat, tapi baik sekali. Makan malam dia sediakan mewah betul. Disini di Griyo Tawang tempatnya romantis banget."
"Oh, ya?"
"Kalau dia jadi suamimu. Aku bisa bebas ada disini."
Lorna tertawa renyah.
"Sejak tadi bicaramu ngelantur kemana-mana, Grace. Kenapa menunggu dia jadi suamiku. Kan katamu dia hatinya baik, tentu tak keberatan kamu berada disitu. Bukankah Beni dan Joy juga ada kegiatan studio disitu. Kamu kan bisa nimbrung."
"Pulang kemarilah, Na. Ajak kita kemari. Kalau ada kamu kan kita jadi enak sama Dewa."
"Nanti kukasih tahu Dewa."
"Jangan ah. Segan aku sama Dewa. Entahlah, dia sekarang seperti punya wibawa. Pandangannya dingin tapi menyejukkan."
"Grace, Saras kemari." bisik Rahma seraya menepuk paha Grace.
Lalu Grace memberitahu Lorna kalau ada Saras sedang menuju kearahnya.
"Tutup dulu nanti telpon aku lagi ya? Ceritain lagi ya?" kata Lorna.
"Oke, bidadariku!"
Saras lalu mendekati mereka.
"Kalau kalian lupa, aku Saras, apa kabar?" kata Saras.
"Baik. Aku Rahma dan ini Grace kalau kamu juga lupa," jawab Rahma.
"Ya, tapi sudah kutanya dan kucari tahu ke Beni,"
Lalu temannya turut menyalami Rahma dan Grace.
"Mimin!" dia mengingatkan.
Ketiganya lalu bersalaman.
"Biasanya kulihat kalian selalu bersama dengan yang matanya biru itu," kata Saras.
"Maksudmu Lorna." jawab Grace.
"Ya, kemana Lorna? Kok nggak muncul?"
"Di Jakarta!" jawab Rahma.
"Bukan di Australia."
"Mondar-mandir sih. Dia nggak masuk panitia. Grace juga nggak masuk panitia. Cuma nemenin aku saja. Kamu kebagian urusan kesehatan ya?"
Saras mengangguk.
"Kalian nggak melihat Dewa?" tanya Saras.
"Nggak!" jawab Grace dan Rahma nyaris bersamaan.
"Punya no teleponnya?"
"Nggak!" jawab Grace dan Rahma nyaris bersamaan lagi.
"Emailnya?"
Grace tertawa.
"Apalagi emailnya. Memang sulit sekali ketemu Dewa," kata Grace memancing.
"Dengar-dengar begitu. Pantas ada yang bilang sombong. Tapi aku nggak yakin. Setahuku dia baik sekali. Kalian kan dulu bersahabat. Bukankah si mata biru kini pacaran dengan Dewa?"
"Dari mana kamu tahu?"
"Koran!"
"Ah, sejak dulu dia dengan Dewa kan sudah akrab."
"Tapi dari foto mereka berdua dan keterangan yang mengatakan kalau Lorna menjadi sumber inspirasi Dewa, sepertinya mereka berpacaran."
"Ah, kalau duduk seperti itu jangan disalahartikan sebagai pasangan kekasih. Mereka berdua kan sudah seperti itu sejak kelas satu sampai lulus. Dan kata-kata itu jangan ditafsirkan seperti apa yang terlihat. Persahabatan mereka kan sudah lama. Apakah selama mereka bersama ada yang menyebutkan mereka sepasang kekasih? Enggak kan?" Garce mencoba melakukan pembelaan.
Saras tersenyum.
"Iya sih. Yang kutahu begitu. Jadi dia masih single ya?"
Grace tersenyum kepada Rahma seraya mengedikkan bahunya.
"Bukahkah Dewa katanya pacar kamu?" Grace berbusaha memancing seraya melirik sejenak pada Rahma.
Saras tersenyum.
"Ah, nggak tahulah. Dewa sulit didekati. Tapi enak berada didekatnya."
"Bukankah Dewa sekarang duda?"
"Memangnya kenapa? Duda kan sama bebasnya dengan bujangan."
Bagi Grace dan Rahma memang benar kalau Saras sedang mengincar Dewa. Usia Saras lebih tua dari mereka dan itu membuatnya lebih berani menghadapi pria, apalagi duda seperti Dewa. Saras berpikir bahwa Dewa tak memiliki hubungan spesial dengan Lorna, karena dia tidak tahu persis perkembangan yang terjadi tentang hubungan Dewa dengan Lorna