108. Mandi Basah.


Grace dan Rahma di ruang tengah duduk memperbincangkan apa yang sedang terjadi antara Lorna dan Dewa. Keduanya mengkuatirkan terjadinya perselisihan antara keduanya. Keduanya merasa heran, sebab ketika pergi untuk makan malam di luar, keduanya nampak harmonis dan mesra sebagaimana biasanya. Tapi tak lama kemudian kembali lagi dan mendapati wajah Lorna muram dengan langkah bergegas menuju kamarnya tanpa tegur sapa.
Grace dan Rahma lebih banyak duduk berdiam diri. Menyibukkan diri berkutat dengan ponsel. Karena itu yang bisa mengisi kekosongan waktu menunggu apa selanjutnya yang bakal terjadi antara Lorna dan Dewa.
Ruangan terasa lengang dan sunyi. Hanya suara cicak di dinding yang berkejar-kejaran. Dan suara desah gelombang yang menghempas ke pasir pantai sesekali menyeruak masuk melalui pintu beranda.
Tiba-tiba terdengar pintu kamar Dewa terbuka. Seketika itu pula terdengar suara canda Lorna dan Dewa. Tak lama muncul Lorna digendong Dewa masuk ke ruangan di mana Grace dan Rahma yang sudah sejak tadi berada di tempat itu. Grace dan Rahma memandang Dewa yang sedang menggendong Lorna tanpa bersuara.
Tawa Lorna seketika berhenti. Dewa perlahan menurunkan badan Lorna dari gendongannya. Keduanya lalu duduk di sofa yang biasa didudukinya. Grace dan Rahma sengaja tak memakai sofa yang panjang, sebab itu kapling Dewa dan Lorna.
Pandangan Grace dan Rahma masih tak bergeming memandang keduanya yang kini sudah duduk di hadapan mereka.
Lorna pun membalas pandangan Grace dan Rahma dengan diam. Sementara Grace dan Rahma memperhatikan rambut Lorna dan Dewa yang masih belum kering setelah mandi keramas.
Akhirnya Lorna membuka suara ketika Grace dan Rahma masih memperhatikan dirinya dengan pandangan menyelidik tanpa berkata sepatah katapun.
"What?" tanya Lorna.
Grace dan Rahma saling pandang. Lalu saling mengangkat bahu.
Lorna memandang Dewa. Dewa balas mengangkat bahu.
"Kenapa sih kalian?" tanya Lorna keheranan.
Dewa lantas berbisik ke telinga Lorna.
"Seharusnya kita keluar kamar setelah rambutmu kering betul."
Lorna tersipu-sipu. Tahu maksudnya.
Grace dan Rahma tersenyum.
"What?"
"What?!" ujar Grace dan Rahma bersamaan.
Dewa memandang Lorna yang membalasnya tak mengerti.
"Kamu bikin kita cemas," kata Grace.
"Ada apa sih tadi itu?" tanya Rahma menyelidik.
Sebelum menjelaskan, Lorna melirik ke arah Dewa yang mengambil bacaan, bermaksud mengabaikan ketiga gadis yang kini berbincang.
"Acara makan di luar berantakan," kata Lorna.
"O, itu sebabnya kalian kembali tak menjawab teguran kita tadi. Kenapa?"
"Ribut dengan Ronal."
"Hah! Ronal?" Grace dan Rahma terperangah.
"Di mana?" tanya Rahma mendesak.
"Di hotel tempat kita berdua sedang makan."
"Aduh! Terus?" desak Grace.
"Sial saja! Kasihan Dewa, makannya tak diselesaikan."
"Ribut bagaimana?"
"Pokoknya ribut! Lorna hanya tak ingin ada perkelahian. Lorna sempat takut. Soalnya tadi Dewa sudah sempat menahan pukulan Ronal."
Grace dan Rahma melihat ke arah Dewa.
"Dewa sempat mengancam Ronal dan Timi," tambah Lorna.
"Kenapa nggak sekalian ditinju saja, De," kata Grace dengan nada kesal.
"Kamu ingin Dewa masuk bui seperti dulu?" sergah Lorna.
Dewa tak menanggapi.
"Kurasa Dewa tak takut dibui," kata Grace.
"Hei! Aku yang takut!" potong Lorna dengan mata terbelalak.
Grace tertawa.
"Seperti yang kamu bilang, Ronal memang membuka Cafe di sini. "
"Timi ikut dia!" tambah Grace.
Rahma menelepon Titi dengan ponselnya, karena tahu Dewa belum makan, tentu kelaparan.
"Ti. Bisa minta tolong bawakan makanan ke atas. Mas Dewa belum makan. Apa saja. Kita semua juga mau."
"Terus bagaimana?" tanya Grace mendesak Lorna.
"Lebih baik menghindar. Aku hanya nyesel kenapa hari istimewa Dewa berakhir seperti ini." kata Lorna mulai mengungkit hari istimewa Dewa.
"Sudahlah, jangan memulai lagi!" sela Dewa.
Lorna terdiam memandangnya. Kemudian beralih kepada Grace dan Rahma. Dewa tidak ingin mereka membicarakan hal itu.
"Maaf, De?" kata Lorna kemudian.
"Biarkanlah itu jadi urusanku. Lebih baik fokus untuk pengambilan gambar besok."
"Pengambilan gambar butuh waktu dua hari saja," kata Lorna berusaha meyakinkan Dewa.
"Lalu berapa lama kalian butuh waktu jalan-jalan melihat Bali?"
Lorna menatap Grace dan Rahma.
"Berapa lama?" tanya Lorna kepada Grace dan Rahma.
"Terserah Lorna!" jawab Rahma.
"Begini saja. Kita pergi ke tempat-tempat yang satu rute. Kurasa itu lebih praktis. Biar Komang dan Nengah yang akan mengantar kalian," kata Dewa.
"Dewa tidak ikut?" tanya Lorna.
Dewa merebahkan kepalanya ke atas pangkuan Lorna lalu memejamkan mata. Lorna membelai wajahnya.
"Kenapa kamu tak ikut?" tanya Lorna penasaran.
"Siapa bilang aku tidak ikut?" jawab Dewa masih dengan mata tertutup.
Grace dan Rahma tertawa.
Lorna menggigit hidung Dewa gemas.
"Hiih, kenapa diam saat ditanya!"
"Makan dulu, De!" kata Rahma.
Titi meletakan makanan ke atas meja. Dua kali Titi harus membawakan makanan dan minuman buat mereka.
"Makanlah dulu!" kata Lorna yang wajahnya berada di atas wajah Dewa. Rambut Lorna yang lebat menutupi wajah mereka berdua saat Dewa membiarkan bibir Lorna memilin bibirnya sebentar. Rambut Lorna menghalangi pandangan Grace dan Rahma saat bibir Lorna terbenam di bibir Dewa. Tetapi Grace dan Rahma tahu, sebab ketika Lorna menegakkan badannya, bibir keduanya nampak basah. Grace dan Rahma pura-pura sibuk mengambil makanan.
Sesaat kemudian Dewa bangun. Lalu mereka makan bersama-sama.
"Bagaimana reuni kalian?" tanya Dewa.
Grace dan Rahma saling berpandangan dan tersenyum. Dalam pikiran mereka, pertanyaan Dewa itu sungguh-sungguh atau basa-basi.
"Bagaimana dengan resepsi pernikahan kalian?" Rahma balik tanya.
"Wow!" seru Dewa seraya menelan sebutir buah anggur, "Kalian sudah tahu?"
Lorna tersenyum sambil memberikan piring yang sudah diisinya dengan sedikit nasi, ayam bakar, irisan mentimun, kemangi, sambal, potongan kacang panjang, kepada Dewa.
"Terima kasih. Aku pakai tangan saja!" kata Dewa ketika Lorna hendak mengambil sendok dan garpu.
"Kuambilkan air buat cuci tangan."
"Jangan. Biarlah Titi saja!" cegah Rahma yang kemudian menelpon Titi kembali agar menyiapkan air kobokan.
Lantas Lorna ikut makan bersama sepiring dengan Dewa, saling berhadapan. Grace dan Rahma suka sekali memperhatikan Lorna yang manja menyuapi Dewa.
"Apa usulanmu untuk mengisi acara reuni nanti, De?" tanya Grace.
"Tanya saja ke Beni," jawab Dewa seraya menerima gelas airputih untuk diminum yang diberikan Lorna.
Jawaban Dewa akhirnya menjawab pertanyaan yang ada dalam pikiran Grace dan Rahma, apa yang ditanyakan Dewa belum lama sesungguhnya hanya basa-basi.
"Kita ingin kamu tampil mengisi acara, De." sela Grace.
Dewa tertawa.
"Dewa akan tampil bersama ku dalam sendratari Rama da Shinta," tukas Lorna yang mengejutkan Grace dan Rahma.
"Yang benar?"
Lorna tertawa.
"Dia hanya bercanda!" sela Dewa.
"Benar. Lorna sudah diajari Dewa," Lorna berusaha meyakinkan
Dewa menggigit daging yang ada di mulut Lorna.
"Mulut cantik ini tak bisa menutup rahasia," kata Dewa.
"Katamu kalau buat Grace dan Rahma tak apa."
"Kalian bisa pegang rahasia kalau mau memberi suprise. Tapi giliranku kalian tak bisa."
Grace dan Rahma tertawa.
"Kita semua bisa pegang rahasia kok. Buat teman-teman lain tetap akan jadi kejutan kan," kelit Lorna.
"Kalau tarian Jawa harus ada irama gamelannya," kata Rahma.
"Sudah ada filenya di tempat Beni," kata Lorna.
"Telepon saja habis makan, jangan ditunda? Ntar kelupaan lagi. Tahu dari mana kamu, Na?" tanya Rahma.
"Dewa yang menyuruh," kata Lorna seraya menunjuk ke Dewa.
Jari Lorna yang berada di depan mulut Dewa oleh Dewa lalu dikulumnya. Lorna tertawa lunak membiarkan telunjuknya berada dalam mulut Dewa, sampai Dewa melepaskannya kembali.
"Jangan malam-malam begini. Besok saja diperjalanan ke lokasi syuting," kata Dewa menyarankan.
"Rah, tolong nomer rekening reuni. Kutransfer besok, selagi aku ingat. Aku tahu kalian perlu biaya. Dan itu tak mungkin dari uang kalian."
"Memang selama ini kita patungan untuk nalangi," kata Rahma.
"Uang siapa saja?"
"Uangku, Beni, Tari, Dini, ada catatannya."
"Kembalikan uang itu kalau sudah kutransfer nanti."
"Thanks Na!" jawab Rahma lalu menambahkan, "Uang dari Joy katanya dari Dewa."
Dewa menatap Lorna. Lorna juga memandang Dewa. Dewa mengedipkan sebelah matanya.
"Uang yang berasal dari Dewa jangan dikembalikan."
"Hei, banyak lho."
"Berapa?"
"Lima belas juta."
"Ya, nggak apa, memangnya kenapa? Itu sumbangan Kita. Saran Lorna jangan paksakan menarik sumbangan ke teman-teman untuk biaya reuni. Lorna mau menyumbang sebagai rasa terima kasih Lorna mempertemukan Lorna dengan Dewa," kata Lorna
Dewa menyudahi makannya lalu mencuci tangan.
"Joy seharusnya tak perlu memberitahu kalau uang itu berasal dariku. Karena aku nanti juga akan mentransfer sendiri."
"Jadi bagaimana?" tanya Rahma.
"Biarkan saja!" Lorna menegaskan sambil mencuci tangan dan membersihkan dengan tisu basah."
"Kita tidak menentukan besaran sumbangan. Bila ada sumbangan agar ditransfer supaya punya data asal sumbangan. Tak ada pungutan langsung ke peserta reuni," Rahma menjelaskan.
"Bagus. Ini untuk menghindarkan bagi yang merasa keberatan atau tak cukup uang untuk bisa ikut reuni. Tapi jangan dibesar-besarkan sumbangan yang kita berikan. Kasih tahu berapa besar biaya yang kalian butuhkan untuk penyelenggaraan."
"Beres, Na!"
"Dia bosnya!" sela Grace yang sejak tadi hanya mendengarkan, sebab dia tak ikut jadi panitia.
"Baiklah. Hari sudah larut malam. Kalian harus istirahat. Sepuluh menit lagi kita kembali ke kamar. Sebab besok kita harus pergi," kata Dewa.
Sepuluh menit kemudian Grace dan Rahma memberi ciuman pipi kepada Lorna dan Dewa.
"Aku sayang kamu, Na," kata Rahma seraya mencium pipi Lorna.
"Lorna juga sayang kalian," jawab Lorna.
"Mintalah Dewa memelukmu, agar tidurmu nyenyak," kata Grace menggoda sambil mencium pipi Lorna dalam-dalam.
"Nggak usah ngajarin! I love you Grace," kata Lorna.
"Kita tahu, Na. Selamat tidur. Selamat malam. Sampai jumpa besok pagi. I love you, Na."
Mereka saling memberi salam.
"Bye, Dewa!" Grace dan Rahma memberi salam.
"Bye!"
Ruangan tengah kembali senyap setelah ditinggalkan mereka ke kamar masing-masing.