113. Hari Pertama Syuting.


Pengambilan gambar sepertinya tidak mengalami kesulitan. Peran Lorna dan Dewa sebagai pasangan yang sebenarnya, dan bukan sekedar dipasangkan, memudahkan sutradara dalam mengarahkan adegan. Apalagi Dewa yang terbiasa di seni pertunjukan wayang orang, mampu berekspresi meyakinkan dalam setiap scene yang diambil. Pengambilan gambar berjalan lancar. Lorna belum mengetahui bahwa Dewa pandai menari dan kerap memerankan cerita pewayangan. Lokasi syuting berkutat di sekitar resort.
Siang itu pengambilan gambar lebih difokuskan untuk outdoor. Seperti adegan Dewa dan Lorna bercengkerama di tepi pantai. Kemudian pengambilan di kolam renang, taman, fasilitas olahraga, sarana wisata serta fasilitas-fasilitas lain.
Setelah itu mereka beristirahat. Sinar mentari terasa menyengat kulit. Lorna telah membalur kulitnya dengan lotion pelindung tabir surya. Kepalanya terlindung topi berbahan daun pandan. Bibir topi yang lebar menciptakan naungan dari cahaya mentari yang kini tengah berada di titik kulminasi.
Lorna sedang berjalan menyisir pantai bersama Grace dan Rahma yang menggunakan payung. Mereka berusaha mendekati Dewa yang sedang menceburkan diri di air laut. Lorna sudah berada di pinggir lidah air laut. Grace dan Rahma melambaikan tangan kepadanya.
Lorna berteriak.
"Dewa. Makan dulu!" Lorna berteriak memberitahu.
Dia membawakan handuk buat Dewa. Mengenakan kaca mata hitam berbingkai putih untuk menghalangi silaunya pantulan cahaya pasir.
"Dewa!" Lorna mengulangi panggilannya.
Setelah menyelam sebentar Dewa menepi, menghampiri Lorna yang berdiri bersama Grace dan Rahma.
Rahma memberikan botol mineral kepada Dewa.
"Terima kasih, Ra!"
Dewa meneguk air mineral. Dada Dewa yang kekar semakin basah saat air mineral sudah bereaksi dalam aliran darahnya. Ketiga gadis itu memperhatikannya dengan seksama sembari tersenyum-senyum sampai Dewa menghabiskan isi botol air mineral.
"Yuk, makan dulu!" ajak Lorna. Sambil menutupkan handuk ke punggung Dewa. Tetapi handuk itu diberikan kepada Rahma.
"Tolong pegang dulu..." katanya pada Rahma.
Tiba-tiba Dewa menyambar tubuh Lorna, menggendong dan membawanya berlari menuju ke tengah laut.
Lorna berteriak-teriak manja.
"Dewa basah!"
Dewa membawa Lorna menceburkan diri ke air laut.
Rahma dan Grace tertawa-tawa sambil memotret dan merekam gambar mereka.
Dengan manja Lorna menggendong di punggung Dewa dengan wajah menempel ke wajah Dewa. Kru film, dan mereka yang berada tak jauh, turut memperhatikan ulah keduanya.
Apa yang dilakukan Dewa dan Lorna, dari kejauhan Erwin bersama juru kamera mengambil gambar mereka. Dewa dan Lorna tak menyadari kegiatan mereka sedang diambil gambarnya.
Dewa dan Lorna bercanda saling memercikan air. Lalu berpelukan. Memadukan wajah serta saling memberikan kecupan bibir.
"Aku mencintaimu, De!"
Dewa memperhatikan bola mata Lorna yang biru dan indah.
"Akankah anak kita nanti matanya sebiru matamu?"
"Kenapa?" tanya Lorna.
"Matamu indah sekali."
Dewa lalu mencium kedua mata Lorna.
"Terima kasih, De. Mommy sangat menginginkan cucu."
"Nanti kita berikan!"
"Apakah setelah resepsi pernikahan, kamu akan segera memberiku anak?" tanya Lorna lembut.
"Bukan aku. Kamu yang akan memberiku anak."
Lorna tertawa manja.
"Aku tak bisa beranak!"
"Nakal!"
Lorna mencubit pipi Dewa.
Dewa lalu mencium bibir Lorna, bibir itu terasa lunak. Lembut sekali. Lorna mengatupkan kelopak matanya. Ombak yang datang tiba-tiba, menenggelamkan kedua wajah mereka. Untuk beberapa saat wajah mereka berada di dalam air. Berpagutan dalam air laut.
Saat tersembul ke permukaan, Dewa melepaskan bibirnya dari bibir Lorna yang enggan dilepaskan. Walau nafasnya nampak tersengal.
"Apakah Lorna sudah siap mengandung?"
"Untukmu Lorna selalu siap, De." jawab Lorna seraya mengatur nafasnya.
"Benar?"
"Lorna sangat ingin punya anak darimu. Biar ada buah dari cinta kita."
"Ya, biar ada buah cinta kita."
Lorna lantas memeluknya erat. Dewa membalas dengan hangat. Ombak mengombang-ambingkan tubuh keduanya.
"Mereka sedang memperhatikan kita," kata Lorna.
"Siapa?"
"Grace dan Rahma!"
"Mengambil gambar kita lagi."
"Biarlah, mereka saksi perjalanan cinta kita."
Lorna tersenyum.
"Benar. Yuk, kita ke naik? Kita belum makan."
Keduanya lalu keluar dari air. Mendekati Grace dan Rahma.
"Badan kalian nanti hangus..." kata Grace.
Dewa tertawa.
"Sudah dibalur lotion pelindung tadi," jawab Dewa.
"Kita istirahat dulu, setelah ini beralih ke pengambilan indoor," Lorna menerangkan.
"Di mana kita bisa istirahat?"
"Ada paviliun yang sudah dipersiapkan buat kita sejak awal. Kita saja yang tak memanfaatkan."
"Lorna ingin menginap di sini?" tanya Dewa.
"Terserah Dewa, kalau mau," jawab Lorna pendek.
Titi membawakan handuk untuk Lorna ketika mereka sampai di paviliun. Dan Dewa segera membilas tubuhnya dengan air bersih bersama Lorna. Namun Lorna keluar dari kamar mandi terlebih dulu, untuk mengeringkan rambutnya dengan hairdryer.
Setelah itu berbaring istirahat di tengah tempat tidur menerima telepon dari Erwin.
"Baru saja kuambil gambar Mbak Lorna dengan Mas Dewa. Ada bagian yang bisa kita gunakan."
"Hai, itu privasiku, Er!"
"Kami tahu, Mbak. Kita akan edit terlebih dulu. Mbak bisa melihat saat editing."
"Hati-hati, Er!"
"Kami tahu! Kalau bisa kita ambil dulu outdoor saat senja. Panorama pantainya bagus. Saat matahari akan tenggelam. Kita inginkan Mbak dan Mas Dewa sudah siap di lokasi. Mbak kan ingin bisa cepat selesai."
"Oke, Er. Atur saja! Kalau aku ketiduran tolong diberitahukan ke Imelda."
"Baik!"
Dewa keluar dari kamar mandi dengan rambutnya yang panjang masih belum kering benar setelah keramas.
"Erwin bilang sebelum senja kita siap pengambilan gambar di pantai, berpakaian santai."
"Adegannya?"
"Melangkah sepanjang pantai, menikmati penorama senja, dan kau memelukku."
"Nanti kucium sekalian."
"Boleh..."
"Biar mereka tahu adeganku tak main-main."
Lorna tertawa kecil memandang Dewa yang tersenyum seraya mengedipkan matanya.
"Bagaimana kalau sekarang, tidak usah menunggu nanti?" tanya Lorna menggoda.
"Nafasmu akan habis."
"Biar. Bunuhlah aku dengan ciuman dan cintamu."
"Benar?"
Lorna mengedipkan mata. Dan Dewa mendekat. Telunjuknya diletakkan ke ujung hidung Lorna yang bangir.
"Bukankah kita harus makan dulu?"
Lorna lantas bangun melingkarkan tangannya ke leher Dewa. Wajahnya diadukan ke wajah Dewa.
"Terima kasih. Lorna senang bisa bersamamu seperti ini. Baiklah kita makan dulu setelah itu kita beristirahat."
"Aku suka aroma nafasmu..."
"Kenapa?"
"Harum!"
Lorna menggigit ujung hidung Dewa. Lalu membuka mulutnya dan meniupkan nafas ke lubang hidung Dewa. Dewa memejamkan mata seraya menghisap aroma itu.
Lorna tertawa manja.
"I like it!" desah Dewa dengan tangan terentang ke atas.
Lantas Lorna pun tak sanggup untuk tidak bereaksi atas sikap Dewa yang membuatnya gemas. Maka dia pagut bibir Dewa dengan liar.