Untuk kesekian kali Rahma dan Grace kembali mengunjungi bekas sekolahannya. Kali ini mendampingi Beni untuk mencari data tentang alumnus yang akan diundang pada reuni yang akan datang. Namun Beni belum muncul.
Grace dan Rahma menunggu di kantin sekolah. Udara di luar terasa kering. Musim panas membuat lantai pada koridor berdebu. Situasi sekolahan tak lagi lapang seperti dulu. Kini nampak sempit, akibat penambahan bangunan. Tempat terbuka diberi roof, dan dimanfaatkan untuk keperluan lain. Ruang gerak menjadi sempit. Bila ingin tempat yang lega, mereka harus pergi ke depan. Karena di depan masih ada pemandangan yang menghadap taman Tugu di Balai Kotapraja. Atau pepohonan mahoni dengan batangnya yang hitam dan daunnya yang tak lagi lebat, yang telah tumbuh selama bertahun-tahun membentuk kanopi yang melingkupi jalan lingkar.
Rahma dan Grace menghabiskan minumannya serta makanan kecil.
Ponsel Rahma bergetar. Telepon dari Beni.
"Kutunggu di depan, Rah!"
"Beni sudah menunggu di depan," kata Rahma kepada Grace.
Kemudian mereka berdua segera meninggalkan kantin sekolahan. Beni dan Ismet menunggu di depan kantor Tata Usaha. Keduanya menghampiri.
"Kita tinggal mengganti biaya fotokopi ke petugas administrasi. Sebelumnya sudah kumintai tolong untuk mengopi data yang kita mau. Seperti yang pernah kita bilang pada Kepala Sekolah," kata Beni.
"Ya, sudah. Nanti kita bayar?" jawab Rahma.
"Apakah kita perlu menemui Kepala Sekolah?" tanya Ismet.
"Kan sudah di bilang sedang rapat," kata Beni.
Mereka menemui petugas administrasi. Mengambil berkas fotokopi yang berisi alamat alumnus yang akan diundang dalam acara reuni nanti. Setelah itu, mereka meninggalkan ruangan adminstrasi.
"Kemana kita sekarang?" tanya Beni.
"Kita proses data itu," jawab Rahma.
"Dimana?"
"Di sekretariatlah!" sela Grace.
Maka mereka meluncur menuju sekretariat. Kantor sekretariat meminjam paviliun di rumah Rahma yang menghadap ke jalan. Beni dan Ismet berboncengan sepeda motor. Grace bersama mobil Rahma. Grace tak membawa mobil karena dijemput Rahma.
"Kita telepon Joy. Urusan akses data ke website kan tanggungjawabnya."
"Biar Beni saja yang bilang, jangan kamu, Rah," kata Grace mencoba meluruskan, walau dia tak ada urusan kepanitiaan.
Tak lama kemudian, mereka sudah berada dalam ruangan sekretariat reuni. Sepanduk sudah terpampang di depan. Seharusnya Tari dan Dini berada disitu. Mereka yang menangani masalah pendaftaran peserta undangan. Keduanya menyanggupi setiap hari Jum'at bisa berada di sekretariat jam duabelasan. Tetapi saat ini mereka belum datang. Setiap konfirmasi peserta masuk ke nomer ponsel keduanya.
Beni teriak.
"Hai,lihat iklan di tivi itu!"
Teriakan Beni membuat Grace dan Rahma terkejut.
"Ada apa Ben?" tanya Grace.
"Amati itu. Bukankah itu Lorna?" kata Beni seraya menunjuk ke layar tivi yang baru dinyalakan.
"Wah, iya itu Lorna!" teriak Grace.
"Masak sih?" tanya Rahma.
Tetapi iklan keburu berganti.
"Lorna....itu Lorna! Mata birunya tak pelak lagi, Rah," ujar Grace.
"Memang seperti cewek bule. Iklan itu seperti memakai bintang iklan luar. Padahal itu Lorna. Lorna kita," kata Beni.
"Huss. Lornanya Dewa!" sergah Grace.
"Ya ya, Lornanya Dewa!"
Mereka menunggu iklan Lorna kembali berulang. Lama kemudian mereka meyakini memang betul itu Lorna. Rahma segera menelpon Lorna. Tetapi usahanya tak berhasil, yang didengarnya untuk meninggalkan pesan.
"Nggak bisa dihubungi," kata Rahma.
Lalu ganti Grace mencoba menghubungi. Grace pun mengalami hal yang sama.
"Silent!"
"Wah, bakalan heboh kalau sudah begini," kata Grace.
"Ben, kau mau minum apa?" tanya Rahma.
"Kopi. Semalam sulit tidur."
"Kenapa?"
"Saras menemuiku di Griyo Tawang semalam," jawabnya.
Rahma dan Grace langsung menatap Beni.
"Met, kamu bisa nggak merekam iklannya Lorna?" tanya Beni.
"Gampang. Tapi nanti. Disini nggak ada dvdnya."
"Ben, Saras ke Griyo Tawang urusan apa?"
"Semula urusan seksi kesehatan. Tapi kurasa hanya alasan, karena sebenarnya dia ingin bertemu Dewa. Kuberi dia alamatnya."
Rahma menatap Grace sejenak. Grace mengangkat bahu seraya mengangkat alisnya. Tetap pandangan keduanya beralih ke layar televisi yang menayangkan iklannya Lorna kembali.
"Cantik sekali gadis itu..." kata Rahma senang.
Grace pun nampak senang.
"Bagaimana dengan Dewa, Ben?" tanya Rahma kemudian.
"Sampai saat ini aku belum ketemu dia," jawab Beni sekenanya.
"Ah, yang benar, Ben?" tanya Grace.
"Tanya saja Ismet!"
Ismet mengacungkan jempol. Rahma dan Grace tak bisa berbuat apa pun terhadap masalah yang dihadapi Beni. Rahma pergi ke dalam untuk meminta pembantu membuatkan kopi buat Beni dan Ismet.
Rahma mencoba mengirimkan sms ke Lorna. Dia pun menyuruh Grace melakukan hal yang sama. Sementara Ismet memindah-mindahkan chanel untuk melihat, apakah iklan Lorna juga ditayangkan pada chanel yang berbeda. Ternyata betul. Ada tiga chanel yang menayangkan.
"Luka pada dagunya tentu membuat luka di hatinya," kata Beni seraya menyeruput kopi yang baru dihidangkan padanya. Ismet juga ikut meminum kopinya.
"Jangan begitu, Ben," kata Rahma, "Kamu sudah berupaya mempertemukan mereka berdua. Lorna sendiri yang bilang. Dari mana Lorna tahu bahwa itu atas usahamu kalau bukan Dewa yang membertahukan."
Beni menatap Rahma.
"Benar Lorna bilang begitu?" tanya Beni. Wajahnya kembali nampak segar setelah minum kopi.
Tak lama kemudian Dini muncul.
"Halo semua! Selamat siang? Sudah makan belum? Kubawakan donat."
"Makasih, Din!" kata Beni langsung menyergap bawaan Dini.
Ismet ikut menyantap donat dari kotak yang diletakkan Dini di atas meja.
"Data sudah kita ambil kini tinggal menginputnya ke komputer," kata Rahma pada Dini.
"Oke, biar kulakukan dengan Tari. Mana dia? Belum datang?"
"Belum!"
"Tadi sudah kutelepon, katanya dalam perjalanan kemari," tambah Dini.
Tapi beberapa saat kemudian kendaraan Tari masuk ke halaman.
"Itu dia datang!"
Tari turun bersama Joy.
"Mana mobilmu, Jo?"
"Kutinggal. Aku janjian dengan Tari mengambil cetakan."
Mereka pun yang berada dalam sekretariat sibuk dengan tugasnya sembari ngobrol bersama. Apalagi ada topik baru yang diobrolkan. Iklan Lorna yang berkali-kali terpampang di layar televisi. Maka suasana sekretariat menjadi ramai. Apalagi kemudian muncul Nababan. Rinto dan Reni.
Sementara Rahma dan Grace berusaha menghubungi Lorna, tetapi sulit terhubung. Keduanya saling bertanya-tanya kena apa. Biasanya tidak seperti itu. Biasanya mudah sekali menghubungi Lorna. Bahkan Lorna sendiri yang kerap menelpon keduanya pada jam-jam makan siang seperti ini.
"Mungkin sibuk," kata Grace menghibur diri agar tak merasa kecewa.
"Ya, nanti dia pasti akan menelpon balik," Rahma menambahkan.
"Ada apa?" tanya Joy pada Grace yang nampak gusar.
"Lorna sulit ditelepon."
"Hari ini Dewa kesana," kata Joy.
Ucapan Joy membuat Rahma dan Grace tersentak.
"Oh, ya?" kata Rahma dan Grace nyaris bersamaan.
"Dia naik pesawat dari Abdulrahman Saleh siang ini. Mungkin pesawatnya sudah mendarat di Jakarta." kata Joy menjelaskan.
Dini dan Tari menyimak ucapan Joy. Ada perasaan tak nyaman saat Joy mengatakan bahwa Dewa ke Jakarta menemui Lorna.
"Dia menemui Lorna?" tanya Rahma.
"Kamu seharusnya lebih tahu," jawab Joy.
"Kali ini nggak. Dewa bilang apa?"
"Urusan dia ke Jakarta masalah pameran," jawab Joy lagi.
Penjelasan Joy membuat Tari dan Dini merasa sedikit nyaman, walau dalam hati bukan tidak mungkin di Jakarta nanti Dewa akan bertemu dengan Lorna.
"Pantas teleponnya sulit dihubungi. Barangkali sibuk bertelepon dengan Lorna," kata Rahma.
Joy tertawa.
"Mana ada ponsel Dewa," kata Joy merasa geli oleh ucapan Rahma.
Rahma tertawa geli juga. Grace pun ikut tertawa. Dini dan Tari menatap Joy lalu ikut tertawa.
"Kenapa kalian tertawakan?" tanya Tari.
"Itu lho, Dewa kan nggak punya ponsel, bagaimana Lorna menghubungi Dewa."
"Sudahlah Joy. Mana facebook reuni yang sudah kamu siapkan?" tanya Dini.
"Ya, Jo. Biar bisa langsung diinput datanya."
Joy mulai mengisi email reuni dan memasukkan katakuncinya.
"Kalian tinggal masukkan nama ke kolom undangan, masukkan pula bila ada emailnya, itu akan lebih mempercepat untuk mendapatkan tanggapan. Paham?" kata Joy pada Tari dan Dini.
"Oke, Jo." jawab Tari.
"Aku pinjam laptopmu, Rah."
"Pakai saja!"
"Oke, Jo. Kamu buka juga buatku, biar kuinput pula datanya," kata Dini.
Setelah Dini dan Tari sibuk mengisi data. Joy, Beni, Ismet dan Nababan, duduk bersantai di kursi tamu menyaksikan iklan Lorna tanpa bosan.
Reni dan Rahma ditemani Grace duduk pada kumpulan kursi yang lain membicarakan program acara reuni. Sesekali bicara pada Beni tentang hal yang mereka perbincangkan.