83. Perasaan Gundah.

Memang mengesalkan bila antara harapan dan kenyataan yang terjadi tidak berjalan selaras. Bertahun-tahun dia berusaha merebut perhatian dan cinta lelaki itu. Bertahun-tahun selalu membayangkan lelaki itu hadir dalam kehidupannya seperti dalam bayangan angan-angannya. Namun apa yang terbayang di depan mata adalah kenyataan pahit. Pahit sekali.
Betapa tidak. Dia tahu lelaki itu berteramen lemah lembut. Kesahajaan yang ada padanya sanggup meluluhlantakan hati gadis siapa saja. Ketegapan fisiknya adalah benteng perlindungan bagi setiap gadis yang ada dalam naungan cintanya. Kini?
Oh, apakah akan berhenti begitu saja setelah apa yang telah dilaluinya selama bertahun-tahun. Dia pernah mengungkapkan cinta melalui sepucuk surat. Dia sering memberikan sesuatu pada saat hari-hari istimiwanya. Tetapi lelaki itu seperti tidak bergeming. Lalu apa kekurangannya? Lelaki itu pernah mengatakan bahwa dirinya gadis yang manis dan pandai. Kini dirinya telah menyandang predikat dokter perempuan yang manis.
Kenyataan cinta Saras terhadap Dewa kini tengah diuji. Dirinya kini berada dipersimpangan. Kebimbangan membuatnya berada pada suatu dilema. Apakah benar dirinya mencintai Dewa? Seberapa kuat cinta itu dirasakannya? Sedangkan Dewa sekalipun tak menunjukkan balasan cinta yang pernah diungkapkan. Apalagi kini Dewa berstatus duda. Dengan kenyataan malam ini dilihatnya dengan mata sendiri bahwa Dewa telah memiliki seorang puteri.
Malam ini adalah malam yang terasa berat bagi Saras. Sebelum dia putuskan bertemu dan berhadapan dengan Dewa, tapi terlebih dulu harus memastikan, apakah dirinya benar-benar mencintai Dewa sepenuh hati? Kalau dia mencintai Dewa sudah seharusnya mencintainya apa adanya. Tanpa syarat. Termasuk status dudanya dengan seorang puteri. Bila bisa menerima hal itu, bukan berarti keluarga dan kawan-kawannya akan bisa menerima keputusannya?
Saras menutup wajahnya dengan bantal.
"Pusing aku!" keluhnya.
Lalu dia mengambil ponselnya untuk menelpon Mimin.
"Kamu nggak dinas malam?" tanya Mimin, tahu kalau Saras yang menelpon.
"Nggak. Aku mu tanya ke kamu."
"Soal apa?"
"Dewa!"
"Kenapa?"
"Kamu kan tahu status Dewa."
"Ya, tahu, duda. Lalu?"
"Tapi kamu tahu nggak kalau dia punya anak?"
"Ah!"
"Bener!"
"Serius?"
"Iya!"
"Tapi kok nggak ada yang cerita? Kamu tahu dari mana?"
"Aku melihatnya sendiri."
"Jangan bohong!"
"Hei! Aku ke Griyo Tawang sama Lori. Tanyakan pada Lori kalau kamu nggak percaya."
"Terus gimana rencananya?"
"Kita ke rumahnya besok untuk memastikan. Tapi alasan kita mampir berkunjung. Alasan kan bisa dicari. Kita bisa bicara perihal reuni nanti."
"Terserah kamulah, Ras. Tapi kamu dinas jam berapa? Kalau aku sih besok libur."
"Ya lah, mana ada pegawai negeri masuk hari sabtu."
"Kamu jemput aku ya?"
Apa yang diketahui Saras diceritakan Timi kepada Ronal. Dan itu merupakan berita baik dan besar baginya. Saat itu Ronal dan Timi dan beberapa yang lain sedang berkumpul di suatu tempat.
"Aku ada rencana untuk memastikan itu semua," ujar Ronal. Kemudian memandang pada Lento yang asyik di depan laptop, "Coba mulai besok kamu bawa kamera untuk menyelidiki apa yang dikatakan Timi, Len!"
"Okey Bos!"