Lorna bergegas turun dari mobil setelah Pak Karyo selesai memarkir kendaraan. Masuk ke dalam gedung kantornya, wajahnya muram. Ponsel ditangannya berdering, membuatnya menghentikan langkah di depan resepsionis. Berharap telepon yang masuk berasal dari Dewa, tapi ternyata dari Imelda.
"Ya, Mel?"
"Tadi ada yang mencari. Apa sudah ada janjian dengan Mbak Lorna?" tanya Imel.
"Janjian apa? Siapa yang mencari?"
"Tia menghubungiku. Aku lagi ada pertemuan dengan klien di Mal Taman Anggrek."
Lorna lantas mematikan telepon Imel. Lalu menghampiri gadis resepsionis.
"Selamat sore Ibu Lorna!"
"Selamat sore!"
"Tadi ada yang mencari Ibu Lorna, tapi kutanya belum ada janji."
"Siapa, Ti?"
"Lelaki, Bu."
"Siapa?"
"Nggak tahu Bu. Dia tak menyebutkan nama."
Lorna mulai gelisah.
"Coba cari tahu ke satpam."
Lalu gadis resepsionis itu menelpon satpam di depan. Menanyakan identitas tamu lelaki yang berambut panjang. Mendengar resepsionisnya menyebut kata-kata cowok berambut panjang, membuat Lorna lantas mengeluh.
"Aduh, mati aku!"
Gadis resepsionis itu terkejut.
"Ada apa, Bu Lorna?"
"Kenapa tidak suruh kamu tunggu dia, Tia?"
"Siapa Bu Lorna?"
"Ya, Dewa!"
"Ya, Bu, namanya Dewa kata satpam!"
"Oh!" Lorna mengeluh lalu duduk di sofa. Termenung untuk sesaat. Wajahnya nampak muram sekali. Matanya yang indah nampak berkaca-kaca.
Tia, gadis resepsionis itu nampak resah. Seakan merasa bersalah tak menahan lelaki itu untuk menunggu. Dirinya tidak tahu harus bertindak bagaimana pada saat itu. Siapakah lelaki itu yang membuat Ibu Lorna nampak murung sekali. Dan lelaki yang datang tadi kalau dipikirnya disamping badan yang tegap, wajah ganteng sekali, orang yang ingin casting bintang iklan. Sebab yang dia tahu saat ini Kak Imel sedang mencari lelaki yang cocok sekali mendampingi Ibu Lorna membintangi iklan sebuah hotel dan resort di Bali. Sudah banyak lelaki yang melamar, tapi hingga saat ini belum satu pun yang cocok. Saat melihat lelaki itu dalam hati dinilainya lelaki itu cocok untuk ikut memerankan sebagai pendamping bu Lorna. Atau benarkah lelaki itu yang nanti akan memerankannya? Tetapi kenapa Kak Imel tidak tahu? Tapi bukan itu yang membuatnya resah. Melainkan sikap kecewa yang ditunjukkan Lorna saat mengetahui tamu lelaki itu telah pergi.
"Maafkan Tia, Bu. Saya tidak tahu kalau dia mengenal Ibu."
"Kamu memang tak tahu!"
"Tadi Tia sudah berusaha menghubungi Ibu via Kak Imelda, tapi Ibu tak bersama Kak Imel. Kak Imel juga tak tahu Ibu Lorna berada dimana. Jadi Abang yang tadi itu pergi."
"Aku tadi buru-buru ke Bandara menjemputnya."
"Menjemput Abang tadi itu, Bu?"
Lorna mengangguk lemah. Gadis resepsionis itu terperanjat dan menutup mulutnya.
"Aduh, maafkan Tia, Bu!"
"Tolong panggilkan Pak Karyo."
Gadis itu lantas buru-buru memanggil Pak Karyo. Tak lama kemudian Pak Karyo muncul.
"Kita pulang saja, Pak. Dia sudah kemari, tapi sudah pergi!"
"Jadi, Mas Dewa sudah sampai disini?"
"Ya!" jawab Lorna lesu.
"Lorna tak tahu kemana dia sekarang, dan tak tahu kemana mencarinya. Hapenya tak bisa dihubungi. Padahal waktu mau masuk pesawat masih bisa dihubungi?"
"Barangkali langsung ke rumah, Non?"
"Sudah kuhubungi!"
"Mungkin masih diperjalanan! Kucoba telepon Titi untuk suruh menunggu bila mas Dewa datang ke sana." kata pak Karyo.
"Biarlah Lorna saja yang telepon,"
Maka Lorna menelpon rumah.
"Titi, Mas Dewa sudah datang?"
"Masih belum, Non!"
"Nanti kalau datang, suruh masuk, suruh tunggu, jangan boleh pergi, ya?"
"Ya, Non. Nonik masih di kantor?"
"Sebentar lagi aku pulang."
Lalu Lorna minta tolong Pak Karyo mengambilkan tasnya di ruangannya di lantai atas. Sesaat kemudian Pak Karyo turun membawa tas Lorna beriringan dengan Burt. Burt melihat Lorna murung lalu bertanya.
"Are you all right? What happen?" tanya Burt.
Lorna mengangguk lemah.
Burt menggeleng.
"No! Kamu sedang tak baik!" kata Burt lagi.
"Lorna mau pulang, Burt. Sorry!"
"Pulanglah kalau kamu sedang tak baik. Kamu sakit lagi? Pergi ke dokter."
Lorna tak menjawab.
"Bye!" Lorna berkata pendek meninggalkan Tia yang terpana serta gelisah merasa bersalah.
"Bye. See you again!" balas Burt.
"Ada apa, Tia?" tanya Burt pada gadis resepsionis yang kini nampak turut murung.
"Ada tamu Ibu Lorna, tapi tak berhasil ketemu karena Ibu Lorna kebetulan sedang keluar. Tapi sudah pulang."
Burt mengangkat bahu.
"Wow, salah paham?"
"Ya, Mister!"
"Tidak apa-apa. Lalu kemana Imel?"
"Ke Mal Taman Anggrek ada appoinment, Mister."
"Nanti kembali?"
"Kurang tahu, Mister."
"Oke!"
Karena merasa bersalah Tia lantas berusaha mencari tahu dengan memberitahukan hal itu kepada Imelda.
"Akibat tak bertemu tamunya. Ibu Lorna nampak sedih dan menangis, Kak."
"Aduh kenapa? Siapa sih tamu yang kamu maksudkan?"
"Waktu kutanya dia baru datang dari Malang namanya Dewa."
"Aduh, Tia!" pekik Imel dalam teleponnya.
"Kenapa lagi, Kak? Tia jadi takut?"
"Aku yang urus tiketnya sejak semalam. Dan mestinya juga kita yang harus jemput."
"Siapa sih lelaki itu?"
"Kamu lihatnya bagaimana, Tia?"
"Gagah dan ganteng sekali."
"Ya, ampun, Tia! Aku juga belum tahu betul. Tapi kalau merasakan nada bicara Mbak Lorna sepertinya spesial sekali. Namanya Dewa. Katamu ganteng?"
"Maksud, Kak Imel?"
"Ah, nggak! Sekarang kemana Mbak Lorna?"
"Pulang! Kak Imel kan bisa langsung telepon."
"Kupikir masih di sana!"