20. Blue Jean.

Hari ini bersepakat mengenakan celana blue jean ketat lengkap dengan jaket, atasan t-shirt putih polos berhias bordiran logo merek. Kemarin bertiga belanja hingga malam, agar nampak berseragam. Tidak mengenakan seragam kaos reuni seperti yang lain, lantaran tak mendapat jatah, jatah ketiganya terselip atau bila ada yang sengaja mengambil, dan itu membuat anggota panitia saling menyalahkan, karena Ndari yang meributkannya. Kenapa Lorna, Rahma dan Grace tidak memperoleh pembagian kaos. Dini yang sudah mendapatkan, tak menggunakan lantaran solidaritas pada ketiganya.
Ndari meminta maaf. Jatah mereka tak tahu ada di mana. Seharusnya setiap peserta mendapat kaos yang akan dipakai selama mengikuti reuni.
“Sori, Rah. Tidak tahu siapa yang menyimpan. Kita tahu, kalian sibuk ngurus Lorna saat itu, jadi kalian bertiga tak sempat mengisi daftar hadir, dan mengambil atribut reuni. Tapi, masih kita mencarinya,” Ndari memberitahu Rahma melalui ponsel.
Ndari menanyakan apakah Lorna jadi ikut.
"Ikut!"
"Baguslah, Rah. Tapi sori ya soal kaos itu. Kutanyakan lagi nanti ke Beni, kau tahu sendiri kemarin sulit menghubungi teleponnya."
“Ya, sudah. Kita juga sudah pakai seragam sendiri.”
“Begitu?”
“Ya, sebentar lagi kita sampai kok.”
“Syukurlah kalau si mata biru bisa ikut.”
Ketiganya segera keluar mobil begitu sampai di halaman parkir sekolah. Lorna mengenakan kacamata hitam, berbentuk oval, dengan topi fedora warna merah menangkupi rambutnya. Topinya dilengkapi sebuah pin berbahan emas murni, yang berbentuk binatang kangguru sedang melompat. Topi itu yang membedakannya dengan topi Rahma dan Grace, yang berwarna putih susu. Lorna juga membagi Grace dan Rahma pin seperti yang terpasang di topi fedora-nya.
Hari ini wajahnya ceria. Ceria karena hadir kembali di acara reuni meski di saat penutupan. Keanggunan Lorna menjadi pusat perhatian. Semua temannya berlarian mengerubuti begitu melihatnya. Bagai gadis model yang baru datang. Disambut dengan luar biasa. Penampilannya biasa-biasa saja. Barangkali lantaran wajah dan postur tubuh yang dimiliki. Membuat siapapun yang melihatnya akan terpesona. Belum lagi akibat peristiwa di pembukaan reuni yang membuat heboh, menjadi perbincangan hangat.
Keberadaan Lorna selalu menimbulkan sensasi, kasak-kusuk, bisik-bisik, decak kagum, terjadi di antara teman-teman, baik yang akrab maupun yang biasa-biasa. Sejak dulu memang Lorna jadi primadona. Bentuk badannya tinggi semampai, rambut coklat, mata biru asli, bibir pirus warna pink. Wajah belasteran. Menerbitkan decak iseng, yang kerap jadi pemicu keributan Dewa dengan mereka yang berusaha mengganggunya.
Ah, Dewa! Di manakah kamu? Lorna jadi teringat Dewa. Pandangannya mengedar, berharap bertumbukan dengan wajah yang kini semakin dirindukan, padahal saat kedatangannya ke acara reuni masih diliputi keraguan.
“Lorna semakin cantik saja. Kenapa nggak jadi model saja?” tanya mereka.
Meski demikian, Lorna tetap ramah seperti dulu. Sikapnya yang memberi pencitraan sebagai gadis yang lugu. Kedekatan dengan Dewa membuatnya jadi gadis yang tidak bertingkah. Penampilannya yang modis, sering jadi pangkal persaingan, dan menimbulkan perselsihan antar teman prianya, yang berusaha menarik perhatian Lorna, berlomba merebut cinta Lorna. Tetapi gadis itu adalah Lorna yang tetap bersahaja, yang hanya nyaman bila berada dekat Dewa. Ah, Dewa! Di manakah kamu?
Bola mata yang ada di balik kacamatanya tak pernah berhenti mengedar. Apa yang dicarinya masih belum terlihat. Namun yang tertangkap, justru yang membuatnya sebal.
“Halo, gadisku!”
Ronal tiba-tiba sudah berada di hadapannya. Sebenarnya, enggan membalas sapaan yang tak menyenangkan. Tetapi perasaan itu disembunyikan, tidak ingin menimbulkan suasana tak baik. Dibalasnya sapaan itu.
“Halo juga, Nal!” timpal Lorna datar.
Rahma dan Grace segera mendekati Lorna begitu mengetahui Ronal merangsek ke Lorna. Keduanya menempel ketat ke tubuh Lorna. Berusaha tak memberi ruang Ronal. Sebaliknya mengalihkan usaha Ronal untuk mendekati Lorna dengan mengajaknya berbincang.
“Di mana, Beni? Sudah ketemu?” tanyanya.
Rolnal ketawa. Menyela.
“Beni sudah duluan kesana!”
Lorna memandang datar pada Ronal.
“Aku kangen kamu, Na!” Ronal merajuk.
“Siapa sih, yang tidak kangen Lorna?” sela Grace.
“Kita semua!” Teman-teman perempuan yang mengerubuti menyahut bersama-sama.
”Sudahlah, kamu ke sana saja! Saat ini, ring-nya cewek. Yang cowok kumpul yang cowok sana!” Grace melanjutkan.
Lorna tak merepon sikap Ronal.
“Kamu cari, Dewa?” tanya Ronal.
“He, apa urusanmu?” sela Grace sengit
Rolan mengangkat bahu. Kemudian berkata.
“Barangkali dengan Beni sudah di sana.”
Ada perasaan lega bercampur kesal mendengar celoteh Ronal. Lega, bila benar Dewa sudah berada di sana, dan kesal pada sikap Ronal. Kalau saja dirinya laki-laki, mungkin sudah ditinjunya saat itu.
Tapi apakah benar Dewa berada di sana? Hanya Wieke yang bisa menjawab, sebab sikap Dewa ketika ditemui di rumahnya menunjukkan ketidakpedulian. Sedangkan Ndari masih sibuk mengatur acara.
Entah kenapa perasaan Lorna tak suka terhadap Lorna selalu timbul. Apa lantaran teringat kembali ke berbagai peristiwa lampau? Gara-gara berselisih dengannya, Dewa berurusan dengan polisi, berurusan dengan sekolah, berurusan dengan rumah sakit, berurusan dengan gerombolan berandalan yang ingin membunuhnya, dan banyak urusan lain yang mengganggu kehidupan Dewa.
Ekor mata Lorna menangkap bayangan Joy. Lorna melambaikan tangan padanya. Joy lalu menghampiri. Kehadiran Joy membuatnya pergi begitu saja. Apakah dia takut terhadap Joy? Entahlah. Yang pasti dia sudah terlepas dari situasi menyebalkan.
Joy didampingi seorang gadis yang belum dikenalnya. Gadis itu manis. Tersenyum saat berada dihadapannya. Lorna bisa menduga, gadis dihadapannya, pasti perawat yang dibilang Joy tempo hari.
Rahma dan Grace berteriak bareng ke arah gadis itu.
“Suster Anita!”
Gadis itu tertawa.
“Ssst! Jangan begitu. Panggil saja Anita. Akrab kan?” katanya.
“Jadi, nggak perlu dikenalin lagi. An? Bergabunglah di sini dulu. Yang biutuful ini, Lorna. Yang ayu ini, Rahma, dan ini, yang tak kalah cantik, Grace. Tolong ya. Aku mau ngurusin sound system buat nanti,” kata Joy.
“Kamu pinter, Jo,” goda Rahma.
“Kenapa?”
“Cantik!” tambah Grace.
“Wow! Tersanjung aku. Kalianlah yang cantik,” bantah Anita.
Mata Anita tak lepas-lepas menatapi Lorna. Dalam hati. Gadis bernama Lorna, cantik banget. Jadi gadis inikah pemilik lelaki yang kuobati luka dagunya tempo hari, lelaki yang ganteng itu? Ya, pas banget jadi pasangannya.
“Mana yang lain?” tanyanya kemudian.
“Yang lain apanya?” Rahma balik tanya ke Anita.
“Do’i kalian.”
“Do’inya, lagi tugas ke Jepang,” ujar Grace menunjuk Rahma.
“Do’i kamu?”
“Ada deh,” Grace tak menjelaskan.
“Polisi,” sela Rahma.
“Dan kamu?” tanya Anita kepada Lorna.
Lorna mengedikan bahu sambil senyum.
“Ya..ya..ya..! Aku sudah tahu. Orangnya ganteng kayak Lorenzo eh Antonio Banderas. Aku tahu!”
“Lorenzo, Antonio Banderas?” Lorna tersipu.
“Iya, si Renigade dan si Zorro itu, yang di film?”
Lorna tersipu.
“Sudahlah, jangan diomongin,” tukas Lorna.
Benarkah Dewa kayak Lorenzo atau Antonio Banderas? Bagaimana rupa dia saat ini? Duh, betapa beruntungnya teman-teman sudah ketemu Dewa. Katanya dalam hati. Tapi menurutnya Dewa lebih mirip Antonio Banderas. Aktor laga dari Amerika latin itu.
Dari pengeras suara, semua peserta reuni diminta berkumpul untuk diambil foto bersama. Lorna menyesal dengan tidak ikut sertanya Dewa dalam momen itu. Tapi saat di Cangar nanti, dia berharap bisa berfoto lagi seperti itu, Dewa bisa ikut serta. Lorna berusaha menghibur diri.
Setelah diambil foto. Rombongan bubar menyerbu ke dalam bus. Bus yang dipilih Lorna menjadi rebutan mereka yang ingin ikut di dalamnya.
Rombongan berangkat saat embun mulai menguap. Melintasi setengah lingkaran jalan Tugu Balai Kota. Melintasi pepohon trembesi yang rimbun, yang masih nampak seperti dulu, tidak berubah, hanya usianya yang bertambah.
Dari jalan Kahuripan, rombongan melintasi jembatan lama di atas sungai Brantas. Terus menuju ke arah barat. Ke arah kota Batu. Menuju lereng gunung Welirang, yang pagi ini dari kejauhan berselimut warna biru. Seperti baru bangun dan menguap mengeluarkan asap belerang