Persiapan sudah selesai. Nyonya Ivana dan suaminya akan pulang ke Australia. Meninggalkan kembali anak gadisnya di Indonesia. Kesehatan Lorna sudah pulih. Keberadaan Dewa membuat mereka lebih percaya diri melepaskan anak gadisnya, meski Lorna dan Dewa akan kembali dengan kesibukan masing-masing. Dewa pulang ke Malang sedangkan Lorna kembali ke Jakarta.
Tetapi siang hari ini ada hal istimewa dalam keluargaLorna. Dimana Dewa yang mewakili dirinya sendiri akan meminang Lorna. Dewa tak harus menjelaskan perihal hubungan mereka karena kedua orangtua Lorna sudah mengenal sosok Dewa, sehingga tak perlu menceritakan latar belakangnya. Hubungan yang terjalin yang sudah memperoleh kepercayaan sebagai modalnya keberanian meminang Lorna.
"Ijinkan saya melamar Lorna untuk menjadi pendamping hidup saya."
Lorna menunduk bahagia. Hanya isi dadanya berdebar-debar tak karuan. Ini peristiwa yang tak pernah diduga dan tak pernah terpikirkan akan terjadi secepat ini. Tapi Lorna berusaha meyakinkan bahwa apa yang tengah dihadapinya kini bukanlah sebuah mimpi. Yang menghantarkan berbagai perasaan berkecamuk menjadi satu. Bila dirinya diminta untuk menjadi isteri Dewa, akankah ada penolakan dari kedua orangtuanya? Tapi diyakininya jauh dari tiu. Seburuk apa pun. Dirinya tetap bertekad menggapai cinta yang berbalas dari Dewa.
Papi dan Mami menatap Dewa seksama. Kemudian beralih kepada Lorna.
"Sweetheart, sudah yakin?" tanya Papi dan Mami.
Lorna mengangguk berusaha tersenyum.
"Okey!" kata Papi.
"Dalam tata cara adat. Seharusnya yang meminta adalah kedua orangtua saya. Tetapi karena beliau sudah tidak ada. Maka saya mewakili diri saya untuk meminta persetujuan Papi dan Mami untuk menjadikan Lorna sebagai isteri saya," kata Dewa dengan suara tegar.
Papi dan Mami Lorna saling berpandangan sejenak.
Ucapan Dewa membuat hati Lorna terenyuh. Seperti diterpa kepedihan yang membuat bola matanya langsung berkaca-kaca.
Papi menyerahkan sepenuhnya kepada isterinya untuk berbicara. Karena lebih lancar berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dengan baik. Mami menarik nafas panjang sebelum mulai mengutarakan pendapatnya.
"Dewa," Nyonya Ivana diam sejenak. Tak langsung melanjutkan. Barangkali juga baru pertama kali menghadapi situasi seperti ini. Dimana anak gadisnya yang semata wayang akan diminta orang. Yang kemudian bakal merasa kehilangan, "Pada prinsipnya kita sudah mengenal Dewa dengan baik. Apa yang Dewa maksudkan untuk mendapatkan kepastian dan jawaban tentang persetujuan kami. Itu hanyalah sebuah formalitas. Selama ini kami sudah mengetahui bagaimana hubunganmu dengan Lorna anakku. Selama ini pula sebenarnya tidak ada yang mesti kamu kawatirkan bahwa kami tidak menyetujui hubungan kalian. Tetapi dari semua keinginanmu. Jawabannya bergantung dari anakku. Apakah dia berkenan menerimamu atau sebaliknya. Yang penting kesungguhanmu meminta anakku akan menjadi tanggungjawabmu sepenuhnya terhadap anakku. Cobalah Dewa meminta sendiri kepadanya. Bila anakku menerimamu sebagai suaminya maka Papi dan Mami juga menerimamu. Kami menyadari Lorna dan Dewa sebagai anak tunggal. Tanpa saudara kandung. Kami berharap keadaan seperti itu semakin membuat kalian bisa lebih saling memperhatikan. Saling mengasihi. Saling melindungi. Dalam situasi apa pun. Dalam suka atau pun duka. Bertanyalah kepada anakku. Bidadariku yang cantik. Apakah dia bersedia menjadi pendampingmu? Silahkan Dewa."
Dewa menatap Lorna dengan teduh. Meraih jemari tangan Lorna yang duduk di sampingnya. Keduanya kemudian berpaling saling berhadapan. Lorna masih menundukkan wajah.
"Sebenarnya saya sudah melakukan ini kemarin malam saat berada di Kintamani. Tetapi untuk menunjukan kesungguhan saya dihadapan Papi dan Mami. Saya akan mengulangi apa yang menjadi keinginan saya."
Papi dan Mami tersenyum seraya memandang Dewa dan Lorna dengan serius.
Dewa lantas mengangkat dagu Lorna agar tengadah menatapnya. Lorna lalu menengadah. Bola mata yang bening dan berwarna biru itu sudah berkaca-kaca sejak tadi. Bahkan airmata sudah menggenangi bawah pelupuknya. Meskipun Lorna berusaha tersenyum.
"Lorna..."
Dewa berhenti sejenak. Membasahi dahulu kerongkongannya agar tak tercekat. Kemudian melanjutkan.
"Maukah kamu menikah denganku?"
Lorna langsung mengangguk. Bersamaan dengan anggukannya. Butiran air yang mengenang di pelupuk matanya berguliran jatuh menuruni pipinya.
"Lorna menerima untuk nikahi menjadi isteri Dewa."
Papi dan Mami lalu tersenyum. Wajah mereka bahagia. Papi memeluk dan menepuk bahu Mami.
"Dewa?" panggil Mami.
"Kalian resmi bertunangan. Ciumlah bidadariku."
Maka Dewa mencium bibir Lorna dengan lembut. Lorna pun membalasnya dengan lembut pula. Papi mengambil momen itu dengan kamera. Sesaat kemudian Dewa melepaskan bibirnya dari bibir Lorna. Kemudian Lorna menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan Dewa. Tersenyum bahagia. Papi masih mengambil momen itu.
Setelah itu Lorna dan Dewa bangkit menjabat tangan Papi dan Mami bergantian.
"Terima kasih, Mami. Terima kasih Papi," kata Dewa.
Papi dan Mami lantas memeluk Dewa sesaat. Bergantian dengan Lorna yang kemudian memeluk Papi dan Maminya lama.
"Lorna kini sudah ada yang menjaga. Tugas Daddy dan Mommy menjadi diringankan. Kini Dewa menjadi penjagamu. Baik-baiklah hubungan kalian. Hindari perselisihan. Komunikasikan setiap persoalan yang timbul dengan baik," demikian Papinya berpesan kemudian mencium kedua pipinya dengan lembut.
"Terima kasih, Daddy. Dewa sejak dulu menjaga Lorna. Kini kepercayaan yang diberikan Daddy akan membuat Dewa lebih percaya diri."
"Oke. Sekarang kita selesaikan bagian yang lain. Kita pindah meja," kata Mami lalu beranjak ke meja makan.
Mereka pun kini mengelilingi meja. Apa yang ada di atas meja telah dipersiapkan Mami sejak pagi. Ada minuman anggur di atasnya. Ada lampu lilin. Ada vas bunga. Semua itu sudah dipesan kepada pengurus penginapan. Semula berencana dilakukan di Bar Hotel tapi diurungkan, karena tak mau itu akan menyita perhatian publik. Mereka pun kemudian menikmati kebersamaan sebagaimana sebuah keluarga.
"Apakah ini suasana berkencan?" tanya Dewa.
Semua tertawa.
"Kalau Dewa mengajak Lorna makan berdua seperti ini. Itu namanya berkencan. Kalau sekarang ini namanya berpesta," kata Papi seraya tertawa.
"Jadi tinggal keputusan kalian untuk menentukan kapan peresmian dan pestanya."
Dewa memandang Lorna. Lorna tersenyum membalasnya. Matanya yang biru bening masih basah oleh airmata, namun senyum tak pernah berkesudahan dari sudut bibirnya.
'Terserah Dewa, Mommy." jawab Lorna tersenyum lembut.
Dewa tersenyum.
Mami tersenyum.
Papi tersenyum.