Check in di bandara dilakukan satu jam sebelum keberangkatan. Satu jam sebelum Papi dan Mami masuk ke ruang pemeriksaan. Mereka sudah berada di bandara. Lorna melingkarkan tangannya memeluk pinggang Maminya dari belakang. Dewa dan Papi berdiri di sampingnya.
"Peluk Lorna, Daddy," Lorna merajuk minta dipeluk Papinya.
"I love you, bidadariku."
"Me too, Daddy. Kalau rindu Lorna hubungi pakai skype ya? Bagaimana apakah Daddy mau masuk ke dalam sekarang?"
"Ya, biar tidak terburu-buru. Koper-koper ini harus diurus dulu dimasukkan bagasi."
Lorna lalu berpindah memeluk Maminya.
"I love you, Mom."
"I love you too, bidadariku. Baik-baiklah kalian, ya? Telepon bila kangen Mami," kata Maminya seraya mencium kedua pipi dan bibir Lorna. Menyeka kedua mata Lorna yang basah. Hati Lorna merasa sedih melepaskannya.
"Kamu sudah punya Dewa pelindung..." bisik Maminya.
Lorna mengangguk.
Dewa bergantian menyalami Papi dan Mami. Nyonya Ivana memegang tangan Dewa sambil menatap.
"Jaga bidadariku, ya? Kalian sudah saling memiliki. Saling mencintai. Kupercayakan bidadariku kepadamu."
"Ya, Mam. Selamat jalan. Tolong diberi kabar bila sudah sampai."
"Kemana?" tanya Mami tak mengerti.
Dewa blingsatan.
"Ke Lorna," jawab Dewa melirik ke Lorna
"Oo."
Lorna tersenyum.
"Belikan dia ponsel, Lorna!" kata Mami.
Dewa tertawa. Papi ikut tertawa. Lorna geleng-geleng kepala seraya tersenyum.
Dewa mendorong troli berisi koper sampai di pintu masuk pemeriksaan. Di tempat itu mereka berpisah.
"Daa, Mom. Da Daddy. I love you."
Suara mesin pesawat di landasan yang sedang landing maupun take off terdengar dari tempat parkir kendaraan. Dewa dan Lorna sudah berada dalam mobil di tempat parkir.
"Besok lusa kita kemari lagi," Dewa berkata sembari mulai menghidupkan mesin mobil.
Lorna mengangguk. Roman wajahnya nampak lesu.
"Yah, benar sekali. Karena besok lusa Lorna harus kembali ke Jakarta," Lorna menimpali dengan suara berat.
Dewa memandangnya. Kemudian berkata, "Aku akan mengantarmu sampai Jakarta."
Ucapan itu mengejutkan sekaligus membahagiakan Lorna. Karena itu yang diinginkannya untuk tetap bersama Dewa.
"Dewa!" Lorna memekik.
"Aku akan mengantarmu."
Lorna menghambur memeluk dan menciumi pipi Dewa. Kiri dan kanan. Berkali-kali. Hingga kemudian bibirnya berlabuh di bibir Dewa.
"Kamu pikir aku tega membiarkanmu dalam perjalanan sendiri," kata Dewa saat kendaraan sudah melaju di jalan raya.
Lorna memperhatikannya. Seperti tidak ada bosannya.
"Aku tahu kau sudah terbiasa melakukan perjalanan jauh sendiri."
"Terima kasih, Dewa. Kamu baik sekali."
Dewa mengedipkan sebelah mata.
"Suamimu..."
Lorna tersenyum.
"Ya. Suamiku..."
Ponsel Lorna berbunyi. Dan segera mengangkatnya. Telepon berasal dari Mami.
"Hai, Mommy, sudah di ruang tunggu?"
"Ya, sayang. Kalian berada di mana?"
"Masih di jalan. Dewa akan mengantar Lorna pulang ke Jakarta?"
"Sampai Jakarta?"
"Ya!"
"Oo, bagus. Senang mendengarnya."
"Begitulah, Mom. Baik kan dia?"
"Ya, dia kekasihmu yang baik. Mami kelupaan. Harusnya Mami tinggalkan itu. Kini terbawa dalam tas Mami. Manalagi kamu sudah pergi."
"Apa itu, Mom?"
"Itu, yang buat pelindungmu."
"Moommy!" Lorna memekik.
Dewa terkejut. Langsung menatapnya.
"Ada apa?" tanyanya.
Lorna gelagapan.
"Ah. Nggak ada apa-apa!" jawab Lorna.
"Kok teriak?"
"Nggh. Mommy bercanda," jawab Lorna pendek.
"Ada apa sayang?" tanya Mami.
"Kenapa Mommy ungkit itu lagi?"
"Barangkali bidadariku memerlukan."
"Sudahlah, Mom. Ini didengerin. Nggak baik. Ntar dia jadi mau yang itu," kata Lorna seraya tertawa geli.
"Biarlah. Mami juga nggak sabar pingin gendong cucu."
"Aduuh, Mommy ini. Sudah, sudah, Lorna tutup."
Lorna mematikan ponselnya. Bibirnya menyungging senyum. Dewa melihat sekilas tak mengerti. Sesaat kemudian. Lorna balik menghubungi Maminya.
"Hai, Mom. Yang penting Mommy mengerti saja."
Mami tertawa renyah.
"Mami mengerti, sayang."
"Bye, Mom."
"Bye..."
Lorna menarik nafas.
"Kenapa?" Dewa bertanya.
"Ah, nggak kenapa. Mommy senang Dewa mengantar Lorna sampai Jakarta. Cuma jadi menyita waktu Dewa. Lorna belum tahu betul kesibukan Dewa sesungguhnya. Tapi yang Lorna pahami, kesibukan Dewa pasti memerlukan kosentrasi dan ketenangan."
Dewa tertawa datar.
"Lorna jadi merasa egois."
"Hei! Jangan mulai lagi. Bisa kuatasi!"
"Lorna tahu Dewa bisa mengatasi semua."
"Ini bukan soal egois atau tidak. Jangan melibatkan perasaan. Ini soal tanggungjawab."
Ucapan itu membuat Lorna berpaling menatapnya lunak. Dewa balas menatap sejenak.
"Ya?" Dewa bertanya.
Lorna mengangguk. Tersenyum.
"Kulakukan itu karena aku mencintaimu. Jadi jangan dibahas lagi."
Lorna mengangguk.
"Aku mencintaimu, tahu nggak?" kata Dewa menggoda.
Lorna tersenyum.
"Tahu!" jawabnya cepat.
"Aku mencintaimu, Lorna!" ucap Dewa seakan pada dirinya sendiri dengan pandangan ke depan, memperhatikan jalan raya.
Lorna tak berhenti tersenyum. Hatinya senang. Lalu bangkit, agar bibirnya bisa menjangkau pipi Dewa. Dewa tahu, oleh karenanya dia dekatkan pipinya agar mudah dikecup Lorna.
Lorna tertawa kecil. Hatinya bahagia. Bahagia sekali.
Suasana kemudian hening. Keduanya lalu larut dengan pikiran masing-masing.
Dewa berkosentrasi menyetir.