62. Kembali ke Jakarta.

Ketika roda pesawat telah menjejak di landasan di bandara Sukarno-Hatta, Lorna segera menghidupkan ponselnya. Sambil menunggu giliran penumpang turun menelpon pak Karyo supirnya. Sementara Dewa sedang mengeluarkan tas mereka dari bagasi kabin.
"Pak Yo sudah di mana?"
"Sudah menunggu di pintu keluar, Non."
"Baiklah, tunggu ya, kita harus mengambil koper dulu."
Hari sudah gelap ketika koper berada di atas conveyor. Dewa segera mengambilnya saat melintas di depannya.
"Pak Yo, sudah di depan. Perlu troli, De?"
"Nggak usah."
"Perlu dibantu Dewa?"
"Biarlah aku yang bawa semua."
Sesaat kemudian mereka sudah melintasi pintu keluar. Pak Karyo melambaikan tangan.
"Kalau begitu saya mengambil mobil dulu, Non," kata supirnya.
"Ya. Saya langsung tunggu di depan, pak Yo."
Dewa dan Lorna lantas menunggu di tepi jalan. Udara pengap kota Tanggerang membuat wajah Lorna nampak memerah dan menerbitkan keringat. Dia harus kerap menghapusnya dengan tisu basah.
Saat memperhatikan wajah Dewa, maka dia pun menyeka wajah itu dengan tisu basah yang ada di tangannya.
"Terima kasih, Na."
"Dewa menginap di rumah ya?"
"Okey!"
Lorna senang dengan jawaban itu.
"Kita antarkan Dewa ke Blok M dulu kalau begitu."
"Keperluanku hanya sebentar."
"Tak masalah. Sesuka Dewa."
Tak lama kemudian mobil yang menjemput sudah datang. Dewa segera memasukkan semua barang bawaan ke bagasi, kecuali tas besar saja yang berisi ipod yang dibawa Lorna.
Lorna mempersilahkan Dewa masuk kendaran terlebih dulu. Keduanya duduk di bangku belakang.
Sesaat kemudian kendaraan mereka meninggalkan bandara Sukarno-Hatta.