Imelda memesankan tiket dengan tempat duduk sebaris. Sehingga Dewa, Lorna, dan Titi berada pada satu baris di sayap kanan kabin pesawat. Dewa berada di tengah di antara Titi dan Lorna yang berada di samping jendela.
"Apakah malam ini langsung berangkat ke resort?" tanya Dewa.
"Kita bermalam dulu. Besok pagi saja baru kesana."
"Berapa lama shooting-nya?"
"Aku menginginkan cepat selesai. Tapi karena ada pemeran yang bukan pilihan kita, maka perlu penyesuaiannya."
"Kamu tak perlu bicara dengan Pak Robi?"
"Imel yang akan bicara. Mereka hari ini melakukan rapat dengan timnya Pak Robi."
Titi meletakkan kotak snack dan air mineral gelas pembagian ke atas meja di depan Lorna dan Dewa.
"Terima kasih, Ti!" kata Dewa.
"Kita ajak Grace dan Rahma ke tempat shooting. Kita sewa mobil Komang seperti dulu. Dan biarkan Komang yang menyupirinya."
"Kaulah bosnya!"
Lorna menyentik dagu Dewa.
"Luka dagumu belum hilang," kata Lorna mengingatkan sembari memperhatikan bekas luka yang ada di bawah dagu Dewa.
"Nanti akan hilang sendiri," jawab Dewa.
Lorna menatap sayu. Kacamatanya dilepas, diletakkan di atas meja kecil di depannya.
"Tak sesakit saat tak bisa menemuimu."
"Jangan membuatku menangis lagi."
Dewa tersenyum dan mengecup pipinya lembut.
"Jangan ungkit luka itu, sebab akan membuka luka yang lain."
"Ucapanmu bikin aku pingin menangis."
Dewa merengkuh bahunya, membenamkan hidungnya ke dalam kelebatan rambut yang harum. Telapak tangannya mengusap-usap lengan atas Lorna.
"Sudahlah. Matamu tak boleh sembab. Nanti mengganggu shooting mu."
"Bikinlah aku tertawa."
Dewa tertawa.
"Bukan Dewa yang tertawa."
"Aku menertawakan diriku sendiri."
"Kenapa?"
"Sulit mengungkapkan."
"Kenapa?"
"Ya, sulit saja!"
"Apa rahasia?"
"Tak ada rahasia."
"Habis apa?"
"Kalau aku katakan, barangkali kau tak mengerti."
"Jelaskan, biar Lorna mengerti."
Dewa menatap Lorna yang masih dengan pandangan sayu.
"Ini soal cerita dalam pewayangan. Kelucuan itu akan Lorna rasakan bila melihat tontonan wayang. Karena para pelakunya ini para punakawan. Tahu punakawan?"
Lorna menggeleng.
"Nah, nanti saja bila Lorna menonton pertunjukkan wayang kulit atau wayang orang. Lorna akan merasakan kelucuannya. Yang disebut punakawan dalam pewayangan itu adalah Semar, Gareng Petruk, Bagong."
"Nama-nama itu pernah kudengar."
"Sudah tentu kalau kamu sering lihat tivi. Tapi kalau tak memahami wayang, ya sulit bisa menikmati asyiknya wayang. Kalau kita bisa memahami wayang, sama artinya kita mempelajari makna hidup. Karena cerita pewayangan berisi totonan penuh tuntunan, bagaimana menjalani kehidupan. Ada sifat baik dan buruk, ada yang menyenangkan ada kesusahan, ada bahagia dan kesedihan. Dan peran punakawan sebagai bumbu, agar penikmat wayang tidak terbawa ke alam serius. Para punakawan selalu tampil pada sisi humor yang dirupakan dalam adegan dagelan atau kelucuan."
Ucapan Dewa membuat Lorna terkesima, membuatnya menyimak dengan baik.
"Cerita wayang itu sendiri berbicara mengenai tatanan kehidupan manusia. Dari aspek alam makrokosmos hingga mikrokosmos. Lingkungan hidup. Dimensi spiritual. Karakter manusia, dan tatanan moralitas manusia itu sendiri."
Bicara tentang wayang. Akhirnya Dewa seperti memberi nasihat kepada Lorna. Dan itu membuka cakrawala Lorna dalam berpikir, bagaimana memahami hidup. Dan dari situ Lorna semakin mengerti cara berpikir Dewa dalam menyikapi hidup. Analogi-analogi yang ditampilkan dalam setiap tokoh wayang yang mewakili sifat-sifat manusia, membuat Lorna semakin yakin bahwa dirinya tidak salah memilih Dewa sebagai pendamping hidupnya. Tetapi Dewa hanya menggambarkan garis besar tentang makna yang terkandung dalam seni pewayangan itu. Karena demikian panjang cerita dalam pewayangan seperti panjangnya kehidupan manusia itu sendiri.
Lorna memperoleh satu lagi suprise yang diberikan Dewa. Lorna yakin akan ada kejutan lain yang membuat Lorna semakin tak bisa melepaskan diri dari Dewa. Dirinya merasa bahagia bila berada di samping Dewa, sebaliknya merasa tidak berdaya bila Dewa tak berada di dekatnya.
Lorna menatap Dewa dengan terpana.
"Hai!" Dewa menegurnya.
Lorna tergagap.
"Melamun?"
"Ah, nggak. Cerita Dewa tentang wayang membuat Lorna tertarik."
"Lorna mau belajar menari wayang?"
"Mau!"
Dewa tertawa.
"Nanti kita berlatih. Aku akan menjadi Rama dan Lorna akan menjadi Dewi Shinta."
"Kapan?"
"Kapan saja. Nanti kubawakan selendang atau jarit untuk mendandanimu sebagaimana Dewi Shinta yang cantik jelita."
"Bisakah nanti kita lakukan pertunjukan pada acara reuni?"
"Wah, ini bukan untuk reuni, hanya buat kita sendiri."
Lorna tertawa.
"Apa salahnya!"
Dewa tertawa.
"Nanti kubawa cd gamelan untuk latar belakang musiknya. Atau nanti minta email file dat ke Beni. Beni ada datanya. Nanti kuminta."
Tanpa terasa pesawat mereka sudah berada di atas udara kota Denpasar, bersiap-siap mendarat di lapangan udara Ngurah Rai.
Saat pesawat telah landing. Lorna menghidupkan ponsel, dan langsung menghubungi Rahma dan Grace yang pada saat itu sudah menunggu di depan pintu keluar. Keduanya sudah meneliti jadwal kedatangan pesawat yang ditumpangi Lorna dan Dewa.
"Aku masih di kabin, menunggu Dewa menurunkan tas bawaan dari bagasi kabin. Setelah itu ambil koper. Kamu siap-siap di pintu keluar."
"Beres!" jawab Rahma.
Dewa mengambil trolly agar barang mereka bisa dibawa jadi satu. Lorna dan Titi menjaga trolly sementara Dewa menunggu koper yang diusung melalui conveyor. Setelah mendapatkan, lalu ditumpuk menjadi satu ke atas trolly.
"Itu Grace dan Rahma!" seru Lorna.
"Di belakangnya Komang!"
"Tapi mereka seperti tak mengenal."
"Ya, karena tak tahu!"
Komang baru tahu Grace dan Rahma adalah teman yang Dewa maksudkan saat Lorna berpelukan dan saling cium pipi dengan Grace dan Rahma.
"Kenalkan temanku Grace dan Rahma," kata Lorna kepada Komang.
Grace dan Rahma lalu bersalaman dengan Komang.
"Aku ambil kendaraan dulu ya?" kata Komang.
"Oke. Kutunggu di depan!" jawab Dewa yang mendorong trolly.
"Hei, De. Kamu semakin ganteng saja," goda Rahma.
Dewa tertawa.
"Ketularan, Lorna," Grace menambahkan.
"Titi! Dekat sini, jangan jauh-jauh nanti hilang," kata Dewa kepada Titi.
Gadis itu tersenyum malu.
Dewa dan Komang memasukkan barang bawaan ke bagian belakang mobil. Lorna, Grace, Rahma dan Titi sudah masuk ke dalam mobil.
Sesaat kemudian kendaraan mereka sudah meluncur di jalan raya. Hari sudah masuk suasana gelap malam. Lampu-lampu jalan sudah menyala berwarna-warni. Dewa yang duduk di depan berbincang dengan Komang. Sementara Lorna, Grace dan Rahma sibuk berbincang sendiri. Titi yang duduk sendiri, hanya diam mendengarkan, pandangannya melihat ke jalanan.
"Dapat salam dari Widi," kata Komang kepada Lorna.
"Oh, ya? Terima kasih!"
"Mungkin nanti giliran Lorna akan diwawancarai."
"Aduh, jangan! Lorna tak mau. Bilang kepadanya, terima kasih kembali. Apa dasarnya mewawancaraiku?"
"Habis shooting nanti!"
"Jangan!"
Grace dan Rahma tertawa karena Dewa tertawa.
"Jangan, dia tak mau!" kata Dewa kepada Komang.
"Ya, sudah. Nanti kubilang kalau Dewa yang melarang, bukan Lorna yang tidak mau."
"Ternyata yang buat sensasi, Komang!" kata Lorna.
Komang tertawa.
"Habis yang punya melarang!" Rahma ikut nimbrung.
Setiba di penginapan mereka langsung mandi. Kemudian makan malam. Karena ada Titi, hal seperti itu menjadi bagian dari tugasnya. Gadis itu yang mengurus.