104. Kegusaran.

Lorna berdiri di mulut jendela. Menatap pemandangan di luar. Namun dalam hati ada perasaan menyesal kenapa tadi saat berada di pantai bertanya perihal Nirmala. Seharusnya hal itu tak perlu diungkitnya. Sebab hari ini adalah hari istimewa Dewa. Tepatnya hari ini Dewa berulang tahun. Dewa tidak tahu. Dia lupa ataukah tak pernah mengingat hari kelahirannya? Ataukah memang dia tak mempedulikannya?
Dihari istimewanya tak selataknya mengusik kegelisahan hatinya. Sebab Nirmala adalah masa lalu Dewa. Itu artinya bagian dari masa lalunya pula. Perasaan cemburu yang tiba-tiba menghinggapi, tidak seharusnya membuatnya menjadi egois, bersikap terlalu berlebihan.
Setelah apa yang sudah dilalui bersamanya belakangan ini, sepantasnya merasa bersyukur dan berterimakasih karena Dewa membuatnya dua kali terdampar di Bali, di penginapan yang sama. Dan kini memilikinya kembali jiwa dan raganya seperti yang diharapkannya selama ini.
Kepergian Dewa keluar bersama Komang untuk suatu keperluan. Membuatnya merasa seperti ditinggalkannya selama bertahun-tahun. Dewa mencegahnya ikut karena sudah ada Grace dan Rahma yang menemani. Apalagi keperluannya hanya sebentar.
Namun tidak adanya Dewa di dekatnya, tiba-tiba membuatnya merasa disergap rasa sepi. Sergapan rasa sepi itu menimbulkan pertanyaan di dalam hatinya. Apakah lantaran pertanyaannya perihal Nirmala tadi pagi saat berjalan-jalan di tepi pantai mengganggu pikirannya? Sehingga kemudian pergi keluar beralasan ada suatu keperluan? Tak seperti biasa, karena tak pernah meninggalkannya sendiri seperti ini. Pamitnya sebentar, namun setelah lebih dari dua jam nyatanya belum kembali, menimbulkan kegelisahannya.
Karena tidak tahan oleh desakan yang berkecamuk dalam pikirannya. Di depan pintu kamar dia mencoba menghubungi ponselnya Dewa. Ada nada sambung namun tidak diangkat. Dicobanya kembali beberapa kali, tetap sama. Sungguh-sungguh membuatnya ingin menangis.
Kemudian dia meninggalkan kamar bermaksud menemui Grace dan Rahma yang berada di depan kamar, untuk menanyakan, kenapa Dewa belum kembali juga.
"Coba kamu hubungi Komang. Aku kawatir Komang memberitahukan rencana kita padanya," kata Lorna.
"Mana kutahu nomernya," kata Grace.
Lantas Lorna menunjukkan nomer ponsel Komang. Rahma menatap Lorna. Nampak ada kegelisahan tercermin di wajahnya. Baru ditinggal sebentar perasaannya sudah tak karuan.
"Komang pagi tadi sudah janji tidak akan memberitahukan kepada Dewa," kata Rahma berusaha meyakinkan Lorna untuk menenangkan perasaannya.
"Bukan soal itu!" potong Lorna.
"Lalu soal apa?" tanya Rahma ingin tahu.
Lorna tak menjawab. Dia merasa telah keceplosan bicara. Sementara Grace sudah terhubung dengan Komang.
"Ini aku Grace. Ada Dewa di situ?"
"Sedang berbicara dengan temannya."
"Komang beritahu kepada Dewa tentang rencana sore ini?"
"Nggak. Kenapa?"
"Yakin Komang tidak memberitahukan?"
"Benar! Sama sekali tidak!"
"Ya sudah. Tapi, tadi Dewa pamitan pergi sebentar. Kenapa lama sekali?"
"Aku juga nggak tahu. Dia sedang sibuk berbicara dengan teman-teman lamanya yang baru datang dari Ubud."
"Bisa minta tolong beritahu Dewa, supaya jangan lama-lama di sana. Kekasihnya sedang gelisah menunggunya."
Komang terdengar tertawa.
"Aku serius!" kata Grace.
"Baik, nanti kusampaikan."
"Jangan katakan kalau aku menelponmu. Terserah cara Komang agar bisa membawa kembali Dewa dengan segera. Terima kasih, ya?"
"Oke!"
Grace menyudahi teleponnya. Memandang wajah Lorna yang mencerminkan kegelisahan hatinya.
"Dewa sedang berkumpul dengan teman-teman lamanya dari Ubud."
"Ada persoalan apa?" tanya Rahma mengulangi pertanyaannya yang tidak dijawab Lorna.
Lorna menggeleng tidak ingin melibatkan kedua temannya tentang perasaan gundah yang tiba-tiba melandanya.
"Bicaralah kalau ada yang mengganggu pikiranmu, Na," kata Rahma seraya memegang kedua pipi Lorna dengan telapak tanganya.
"Kenapa?"
Lorna menggeleng seraya memaksa tersenyum.
"Baru ditinggal pergi sebentar sudah kangen," kata Grace.
"Bukan, Lorna takut dia lupa waktu dan acara itu bisa berabe," kata Lorna berkelit.
"Mana bisa dia melupakan bidadarinya yang di sini," kata Rahma.
"Malam ini ada acara keluar untuk membeli kebutuhan custom dia untuk shooting."
"Kamu sudah bilang?" tanya Grace.
"Belum!"
"Wah?"
"Kupikir nanti saat kita bicarakan dengan sutradara yang akan datang sore ini. Kita kan mengundang sekalian crew film untuk ikut merayakannya, sekalian merayakan shooting."
"Seharusnya kamu menahannya agar jangan sampai keluar penginapan," kata Rahma.
"Mana bisa. Dewa berbicara dengan Komang, setelah itu mereka berdua minta ijin keluar sebentar. Lorna tak tahu apa yang mereka bicarakan. Lorna tak bisa mencegah."
Sejam ditunggu. Mereka belum kembali juga. Telepon seluler Dewa bisa dihubungi namun tidak diangkat. Sedangkan ponsel Komang kemudian tidak bisa dihubungi.
Sementara crew film sudah datang. Baik tim dari Jakarta maupun tim dari Bali sudah berkumpul. Rahma dan Grace dibantu Titi sibuk mengurus konsumsi.
Sementara Lorna berada dalam kamar. Setelah menemui mereka di bawah dan berbicara sebentar dengan Imel, kemudian naik dan masuk ke dalam kamarnya. Dia benar-benar ingin menangis. Hatinya risau. Tubuhnya dihempaskannya di atas pembaringan. Wajahnya dibenamkan ke dalam hamparan kasur yang lunak. Berbagai perasaan berkecamuk dalam rongga dadanya. Kalau sudah begini tidak ada yang berani mengusik keberadaan Lorna dalam kamar kecuali Grace dan Rahma.
"Kenapa dia tak turun lagi?" tanya Grace.
"Coba kita lihat di kamarnya," ajak Rahma.
Grace dan Rahma lantas bergegas naik ke lantai dua. Mengetuk pintu kamar Lorna yang tidak dikunci. Rahma dan Grace lalu masuk dan mendapati Lorna telungkup di atas pembaringan. Keduanya mendekati. Tetapi kemudian Lorna bangun dan duduk di tepi pembaringan. Matanya berkaca-kaca.
"Aku juga bingung kenapa telepon Komang tidak bisa dihubungi," kata Rahma.
Grace memeluk Lorna untuk meredakan kegelisahannya.
"Kata Dewa kamu tak boleh menangis," katanya.
"Kita mau memberinya kejutan malah dia yang mengejutkan kita, tidak pulang-pulang," jawab Lorna antara ingin menangis dan tertawa.
"Coba Dewa ditelepon lagi," kata Rahma.
Lorna mencoba menghubungi ponsel Dewa lagi. Saat menunggu sambungan ruangan terasa hening. Ketiganya tak bersuara. Namun di tengah-tengah keheningan itu, mereka mendengar sesuatu. Suara dering telepon.
Lorna memandang Grace dan Rahma bergantian. Berusaha mencari tahu asal sumber suara. Lorna sengaja tidak memutuskan sambungan teleponnya ke ponsel Dewa. Lalu dia bangun menuju asal suara berasal. Almari pakaian Dewa. Almari itu kemudian dibukanya. Dan suara panggilan telepon seketika terdengar dengan jelas. Lorna mengenal betul suara itu adalah suara ponsel Dewa. Ternyata ponsel Dewa di tinggalkan di dalam tasnya.
"Bagaimana bisa menghubungi Dewa, teleponnya saja di situ," kata Grace seraya mendekati Lorna yang sedang melihat ke dalam tas milik Dewa.
Lorna geleng-geleng kepala. Lalu ponsel Dewa yang diambilnya sebentar itu kemudian dimasukkan kembali ke tempatnya. Tas dan almari pakaian Dewa kembali ditutupnya.
"Jadi bagaimana?" tanya Rahma.
"Ya, kita tunggu. Mau bagaimana lagi," kata Lorna yang ingin menangis sejak tadi, jadi merasa geli dengan peristiwa yang baru saja dialamnya.
Ponsel Grace berbunyi. Ada telepon masuk. Itu dari Komang.
"Kemana saja? Dihubungi tidak bisa!" kata Grace.
"Maaf. Baterainya drop, sambil dicharge di mobil untuk menelpon balik."
"Terus kapan pulangnya?"
"Ini sedang bergerak kembali."
"Tolong cepat ya? Bisa bicara dengan Dewa?"
"Sebentar...."
Lalu Grace menunggu. Kemudian dia mendengar suara Dewa.
"De!"
"Yo'i!"
"Kenapa lama? Lorna menangis lho nunggu kamu. Bicara ya dengannya?"
"Boleh!"
Grace menyerahkan hapenya ke tangan Lorna.
"Hai!" sapa Lorna perlahan
"Hai! Maafkan pergi agak lama."
"Kenapa hapenya tak dibawa?"
"Terburu-buru tadi."
"Bisa kembali sekarang?"
"Dalam perjalanan. Maafkan aku ya?"
"Apakah Dewa pergi keluar karena terganggu pembicaraan di pantai tadi pagi?"
"Tentang apa?"
"Itu."
"Itu apa? Maksudmu, Nirmala?"
"Ya."
"Ah, nggak. Dewa sungguh ada keperluan tiba-tiba, karena Komang memberitahu ada teman ingin bertemu denganku."
"Kenapa tidak diajak saja kemari?"
"Janganlah. Lorna rencananya kan ada tamu. Kalau ada temanku, tentu akan mengganggu jadwal kalian."
"Baiklah, nanti kita bicarakan lagi. Kutunggu ya?"
"Jangan kesal ya?"
"Mm."
"Mm, apa?"
"Sempat."
"Sempat kesal?"
"Ya."
"Lampiaskan kesalmu nanti malam ya?"
"Bye. Cepat kembali. Lorna tunggu, ya sayang."
Saat Lorna menyebut kata sayang, membuat hati Rahma dan Grace terasa diguyur dengan air es. Adem, adem sekali. Apalagi saat wajah Lorna kembali ceria. Dan kembali mengeringkan pelupuk matanya yang sempat basah.
"Kalian turun dulu, aku mau ke kamar mandi dulu," kata Lorna.
Maka Grace dan Rahma bergegas turun ke kamar Titi. Sebab kue ulang tahun untuk Dewa disembunyikan di kamar Titi. Grace dan Rahma tak lupa mengambil kado yang sudah dipersiapkannya sebelum berangkat ke Bali. Kado-kado mereka juga diletakkan di kamar Titi.