80. Saraswati Kesal.

Beni tercenung akan ucapan Saras. Sepeninggal Saraswati yang diantar Joy ke mobilnya, Beni menunduk terpekur dengan telapak tangan mendekap wajahnya. Menurutnya akhir-akhir ini Dewa terasa jauh darinya. Sejak peristiwa di sekolah di awal pembukaan reuni itu merupakan hari yang tak menyenangkan buat mereka berdua. Dan sudah berusaha bertemu malamnya, setelah itu hingga kini tak pernah bertemu lagi, menelponpun juga tidak. Sementara Joy sudah beberapa kali melakukan hubungan telpon dengannya.
Apakah sebab peristiwa itu membuat Dewa merasa marah hingga tak mau ditemui? Apakah hanya alasan kesibukkannya saja, lantas tak ada lagi waktu buat mereka untuk ketemu? Apakah sejak berkumpul kembali dengan Lorna kini dia jadi berubah sikap? Tapi segala pikiran buruk terhadap Dewa segera ditepiskan. Tak mungkin Dewa bersikap seperti ini bila tidak ada sebabnya. Tetapi perkataan Saras mulai mengganggu pikirannya. Setelah mengantar kepergian Saras Joy melihat kegelisahan Beni.
"Sudah, nggak usah dipikir ucapan Saras soal Dewa," kata Joy sambil duduk di depannya
"Bukan ucapannya yang menggangguku soal Dewa. Tapi kritik Saras tentang kita dan sikap Dewa pada kenyataan mengganggu."
Joy menghabiskan sisa minumannya.
"Soal apa itu?"
"Ya soal kita, seperti memproteksi Dewa agar tak mudah dihubungi. Lalu menilai sikap Dewa yang sulit ditemui, yang diartikan sebagai kesombongan, walau itu berasal dari kasak kusuk yang beredar."
"Lalu mana yang lebih kamu percayai?" tanya Joy.
Beni diam tak menjawab.
"Ini bukan masalah percaya yang mana," katanya kemudian.
"Jangan masukkan hati. Menurutku tak ada masalah dengan Dewa. Kita kan lebih tahu soal Dewa. Kurasa Dewa sedang menyelesaikan persoalannya dengan Lorna. Biarkanlah dulu. Kalau dia masih belum mau diganggu sebaiknya kita diamkan saja. Kalau dia belum menghubungimu bukan berarti dia tak mau berhubungan denganmu. Dewa pasti akan menuntaskan setiap persoalan yang dihadapinya, dia tak pernah menundanya, hanya dia memilih mana yang harus diutamakan," kata Joy.
"Aku tahu, Jo. Kita tak bisa bantu kalau tak bisa berkomunikasi dengannya. Soal Lorna kita kan sudah berusaha. Kita sudah buktikan hasilnya. Lorna kembali ke Indonesia. Dan kini mereka berdua kembali akrab. Sudah pergi kemana-mana. Bahkan berita mereka ada di koran. Dan kini ada rumor itu. Rumor yang tak menyenangkan."
Joy menatap Beni yang masih menunduk. Kemudian Joy mengulurkan sebungkus rokok dan korek api. Beni menerimanya lalu bangkit keluar pintu. Menghisap rokok dekat pohon belimbing wuluh. Asap rokoknya yang putih nampak melayang kelangit berusaha menjangkau bulan yang bersinar terang. Hari terasa cerah, tetapi tidak sebagaimana suasana hatinya.
Sementara itu mobil Saras mulai meninggalkan tempat parkir. Dia menjalankan dengan perlahan. Tetapi saat melewati depan gerbang sebuah rumah dia memperlambat kendaraannya lantaran ada sepeda motor yang mau keluar dari pintu gerbang. Saras tak mengetahui kalau itu adalah tempat tinggal Dewa di Griyo Tawang, dan orang yang keluar naik motor tersebut adalah Gino yang belum lama dibicarakan bersama Beni dan Joy. Tetapi Saras belum pernah mengenal Gino, jadi dia tak bereaksi.
Saras mengurangi cahaya lampu mobilnya. Setelah sepeda motor itu sudah melaju di jalan, Saras mulai menjalankan kendaraannya. Tetapi Saras terkejut karena dari ekor matanya dia menangkap sosok wajah yang sangat dikenalnya yang sedang menutup pintu gerbang. Seketika Saras memperlambat kembali laju kendaraannya. Sungguh tak salah dengan apa yang dilihatnya. Itu adalah Dewa.
Sambil menggendong seorang anak kecil, nampak Dewa sedang menutup pintu gerbang. Gadis kecil itu memeluk lehernya dengan erat. Wajahnya ditempelkan ke wajah Dewa. Saras tak salah lihat. Itu memang Dewa. Saras ingin memanggil tapi diurungkan.
Dewa pun sempat memperhatikan kendaraan yang melambat di jalan didepannya. Karena lampu dalam kendaraan itu dimatikan membuatnya tak bisa melihat dengan jelas siapa yang berada didalamnya. Biasanya dia mengenal betul setiap kendaraan yang sering ke Griyo Tawang, tetapi kali ini dia belum pernah melihat kendaraan itu. Yang melintas dalam pikiranya mungkin itu tamu dari mereka yang ada di Griyo Tawang.
Jantung Saras seketika berdegub. Dia ingin berhenti untuk menemuinya. Tetapi niat itu seketika dibatalkannya karena ada pertanyaan yang tiba-tiba mengganggu yakni: Kenapa Beni dan Joy tidak mengatakan kalau Dewa bertempat tinggal disitu? Saras yakin dengan apa yang dilihatnya. Lalu siapakah gadis kecil yang digendongnya itu? Apakah itu anaknya? Benarkah dia mempunyai anak? Berarti selama menikah dengan Nirmala dia telah mempunyai anak. Lalu berapa anaknya? Kenapa Beni dan Joy tidak memberitahu? Kenapa selama ini tak pernah mendengar bahwa Dewa memiliki anak?
Pertanyaan yang berkecamuk itu membuatnya gelisah. Pikiran Saras terganggu sekali dengan bermacam pertanyaan itu. Karenanya begitu sampai di rumah dia mencari Timy adiknya yang juga teman sekelas Lorna.
"Tim. Kemari." kata Saras sambil menarik pergelangan tangannya untuk diajak duduk di teras.
"Ada apa, kak?" tanya Timy.
"Kamu kenal betul nggak sih Dewa?"
"Memang ada persoalan apa dengannya?"
"Kamu yang punya persoalan dengannya. Kamu dan Ronal."
"Memang ada urusan apa?"
"Aku tanya sekarang. Benar nggak sih Lorna pacar Ronal?"
"Masalahnya bukan begitu. Ronal yang suka Lorna. Ronal benci Dewa karena memanfaatkan Lorna sehingga Lorna nampak seperti patuh saja pada Dewa. Kakak tahu nggak apa yang dimiliki Dewa sebelumnya? Kere. Lorna kan anak tunggal dan orangtuanya di Australia kaya. Karena mereka itu Dewa bisa seperti ini. Dewa sering diberi kerjaan oleh orangtua Lorna. Dewa cuma memanfaatkan Lorna. Buktinya Dewa kawin dengan gadis desa dari Jogya. Dan itu pula yang menyebabkan Lorna marah dan pergi pulang ke Australia."
"Kenapa Lorna marah, memangnya Lorna pacar Dewa?"
"Bukan, karena Lorna tidak diberitahu kalau Dewa lalu kawin dengan Nirmala."
"Kamu tahu nggak kalau Dewa punya anak?"
"Nggak, dari mana kakak tahu?"
Saras diam sejenak mencoba mencari jawaban dari wajah Timy yang juga ingin tahu.
"Kakak habis rapat panitia reuni?"
"Itu kemarin malam. Aku habis dari sana lagi menemui Beni dan Joy. Saat pulang dan melewati depan rumahnya. Kulihat dia sedang menggendong anak kecil."
"Siapa?"
"Dewa!"
"Mungkin anak tetangganya."
"Disana tak ada tetangga. Itu komplek rumah Dewa di Griyo Tawang!" sela Saras kesal.
"Bisa saja anak dari salah satu keluarga yang tinggal disana."
"Tim. Aku ini dokter. Aku ini perempuan. Aku bisa merasakan bagaimana hubungan anak dan orangtuanya. Mereka dekat sekali. Gadis kecil itu pastilah anaknya."
Timy diam duduk menatap permukaan lantai.
"Lalu apa mau kakak?"
"Kupikir kamu tahu persis perihal Dewa."
"Ronal yang tahu. Kakak dilibatkan jadi seksi kesehatan karena kepanitiaan reuni kemarin seksi itu tidak ada. Mereka baru sadar memerlukan itu ketika ada insiden Lorna pingsan dan tak ada yang bisa mengatasi."
"Sudahlah itu urusanku."
"Kak, pinjam mobilnya."
"Nggak ah, setiap mobil kamu pakai bau rokok tak bisa hilang selama beberapa hari. Pakai saja mobil Papi."
"Belum pulang."
"Memang mau kemana?"
"Ke tempat Ronal?"
"Ngapain?"
"Urusan cowok."
"Suruh jemput saja. Memangnya dia bos."
"Memang, dia baru buka cafe di Bali. Aku diajak ikut."
"Kamu kuliah hukum bukan buka praktik pengacara malah jadi bodygardnya Ronal."
"Mau cari koneksi Papanya Ronal yang hakim itu."
"Ah, dasar bodoh!" sergah Saras sambil pergi meninggalkan Timy lalu masuk ke dalam kamarnya.
"Kupakai mobilmu!"